Ibnu Zakariya Hasan







beginilah

pejuang membanting tulang-tulangnya..

memutus semua urat malunya...

menatap panjang pada sebuah arti kata..:

perjuangan'

harapan'

impian'

dan senyum lepas dari kekasihnya..



Baca Selengkapnya...
Ibnu Zakariya Hasan

Salam pecinta sastra…, ehem..ehem…puisi lagi..puisi lagi…
Semoga aja ga bosen ma blog gw.. puisi dibawah ini adalah
Sajak-sajak lama jamannye gw muda dulu..( kaya dah tua aje sekarang ), but its oke lah
Masih menggigit.


Berbentuk angan…

Kubuat kau menangis lagi…
Haru selalu
Dan selalu aku yang ciptakan

Kehidupan ini memang tak semudah yang dibayangkan
Banyak air mata…banyak duka
Dan duka itu kuciptakan lagi
Mengganggu tidurmu
Alirkan pilu

Ahg..
Apa bisa…?!
Aku nanti membeli rumah
Tempat dimana kita berteduh
Apa mungkin…?!
Aku membeli mobil mewah
Biar kau tak menghirup debu jalanan
Biar bajumu tak basah oleh hujan
Apa mungkin…

Itu..
Menggantung..
Masih berbentuk anggan

Hanya berharap
Tuhan berbelas kasihan..

Maafkan aku
Walau kau bosan dengarkan aku..
Dengarkanlah…

Ada saat mengenai bahagia
Ada saat mengenai duka

Begitu banyak cerita
Dan telah kita rasakan bersama

Begitu banyak air mata
Dan itu selalu aku yang cipta

Maafkan aku…
Maafkan aku…

Bekasi, 2 maret 06

Isi hati January


Salam sejahtera untuk hujan
Dan aku berbelasungkawa pada bintang dan rembulan
Kamu berdua mati malam ini
Tampak batu nisan di awan hitam

Aku berjalan
Diantara gerimis berguguran
Pukul berapa sekarang’ jangan tanyakan!
Aku hanya ingin temukan kekasihku
Diantara hatiku yang rapuh

Tak ada kesadaran’
Aku dan gila menyatu
Menyapu jalanan dengan isak
Dan biarkan..!!
Jangan ada yang bertanya..!
Aku sebatas duduk simpuh
Di saung’
Di tumpukan piluku menggelembung
Aku lemah iba patah asa

Segalanya kuteriakan….
“ aku Cinta Kamu… Sungguh..!!!”
ia tak terenyuh
bak karang yang kokoh
ku kumandangkan…
“ aku..tulus…”
lemah kucoba mengais wajahnya 

yah.. semoga air ini menyampaikan padanya
bahwa aku… sungguh cinta dia…

Ada duka tertambat malam ini

Kudapat kertas ini 
Dari tumpukan sampah berserakan
Bintang..! pukul berapa sekarang..!
Tak bisakah kau pejamkan mata ini..
Angin..! tolong hentikan tamparanmu
Aku terduduk disaung ini
Nantikan gemuruh langit berkata:
Tuhan’
Jika cinta itu derita’
Mengapa kau ciptakan sebagai fitrah manusia..!?
Lelah nafasku berkibar
Gelap’ kurasakan bulan pengecut
Buat apa ia bercahaya.. 
namun tak bisa terangkan hatiku
mati sajalah kau..!!
biar tak ada cahaya didunia ini
biar semua merasakan apa yang aku rasakan
bagaimana pendapat akal sehatku..?
kau pasti malah menuduhku gila…
  
ahg…
ada duka tertambat malam ini.


 Gintung, juli 2004



Aku suntuk sayang

Hari ini indah
Berpijar cerah sapa aku
Senyummu manis meneduhkan
Relungkan hatiku-gundahku

Hari ini aku suntuk sayang…
Aku ngantuk…
Dan aku lelah
Ada yang paksa aku berkeringat tadi malam
Dan hingga pagi pun aku tak pejam

Aku senang menatapmu pagi ini
Rasanya tak ada yang lebih manis
Selain kamu
Tapi aku ngantuk sayang
Aku tak bisa ikut tertawa
Aku benci siang
Terlalu pasar dan menyakitkan
Ia selalu buatku muak
Aku ingin malam
Ada bintang
Ada bulan
Ada kamu dihatiku

Aku senang sayang
Tapi aku ingin tidur dulu
Sebentar…saja
Sampai malam
Dan aku akan selalu
Memimpikan wajahmu ditidurku..
Aku ngantuk sayang…

Pagi, 20 oktober 2004

Baca Selengkapnya...
Label:artikel 6 komentar |
Ibnu Zakariya Hasan


Ini tangan’ 

Kuangkat sampai pusaranya 

Ini air’ 

Biarkan mengalir dan menghujam.. 

Begitu keruh.. 

Sampai istriku bilang: 

“ sudahlah sayang Bangkit dan terjang! “

Hidup memang pelik 

Itu ujian.. 

Tak ada nasi di nampan 

Tak ada uang 

Tapi semangat tak boleh 

Mati dibuang..!!




Baca Selengkapnya...
Label:artikel 4 komentar |
Ibnu Zakariya Hasan

Mi
Tak terasa sudah
kini usia menyapa ummi
Tentunya ummi gembira dan
bersyukur karna
Sampai hari ini
ummi masih bisa tersenyum indah.
Menatap anak-anak ummi,
berbakti pada abi
Dan berusaha senantiasa
bertaqwa pada Ilahi
Mi
Walau usia kian merenggut
kecantikan ummi
Namun cermin di tannganku ini
akan tetap berkata bahwa ummi-lah
yang teristimewa
Yang selalu sabar menghadapi
perihnya hidup
Dan tak kenal lelah
menaburkan kasih sayang
Untuk anak-anaknya
Mi
Jangan bercermin pada kaca
Walau ada rambut putih di kepala ummi
Walau ada kerut di wajah ummi
Namun rasanya hati ummi kian indah
Seindah ketulusan ummi merawat kami
Seindah lembayung senja di langit kasturi
Mi
Selamat ulang tahun..!!!
Di hari ini ku do’a-kan agar ummi senantiasa
Dalam lindungannya.

Bekasi, Juli 2005


Baca Selengkapnya...
Label:artikel 3 komentar |
Ibnu Zakariya Hasan


Sedikit Curhat…, Minggu, 31 mei 2009. CeriTaNya.. seh pengen refresing. Nagajak bini ma anak jalan –jalan sekalian belanja voucher. ( stop!: sbg informasi… gw tukang pulsa+ tukang hp ). Suatu rutinitas yg biasanya gw lakuin sendiri.. sekarang di temenin ma bini gw dan anak bayi gw yang guantengnya…. Banget…banget, ya.. sedikit diatas levelnya Nicolas lah.. he..he…
Nah.. di mal yang gw kunjungi… ceritanya lagi ada acara undian berhadiah… dengan syarat harus belanja dulu lebih dari 100rb di salah satu kios di mal itu. Tehknisnya ga ribet… cukup nunjukin bon pembelian, trus… kita masuk ke suatu ruang kaca yang disitu nantinya akan ada hujan kupon yang bisa di tukerin ma duit…. Bentar dulu… pada boring ga she baca cerita gw???

Kalo ga? Gw terusin deh…, simpelnya gw ikutan… tuh acara… ngisi form, dan siap beraksi nangkepin kupon- kupon berhadiah yang beterbangan di ruang kaca itu…, tapi… gokilnya gw kepedean duluan bakal masuk ruang kaca itu… sampe-sampe gw bilang ke anak gw.
.” liat lip…ayah akan tangkepin kupon-kupon itu sebanyak mungkin….., alief ma bunda mau…dibeliin apa??...”. kata gw dengan suara lantang bak panci jatoh ketendang. Bini gw mesem-mesem…, nah si mbak..mbak… yang tukang ngurusin neh acarapun ketawa ngedenger gw ngomong gitu.
Abis nulis form… tau-tau… si mbak yang ngurusin acaranya pun menyodorkan ember berisi gulungan kertas yang di lapis sedotan… lumayan banyak lagi… nah gw jadi bingung…
“ maaf mas… tolong ambil ini dulu….”. kata tuh mbak-mbak..
“ apa neh mbak??”. Tanya gw terheran-heran.
“ jadi sebelom masuk ke sana… harus ngambil ini dulu…”kata si mbak lagi sambil nunjuk ruang kaca pemberi rezeki itu… nahlo…nahlo…
“jadi prosedurnya begitu..mbak..??”.tanya gw lagi terbego-bego.. pantes tuh mbak nyengir kambing waktu gw bilang gw bakal teraktir bini ma anak gw kalo gw .dapet rezeki nanti.
Abis itu gw ambil… satu gulungan kertas diri ember itu… dan….??@@##$$%#%^^$
HUFF.. isi nya ANDA BELOM BERUNTUNG.., wah.. suwe…sekali.. bini gw ketawa aja lagi dari tadi.

“ Maaf mas… Anda Belom Beruntung…sebagai hadiah hiburan.. saya beri payung ini..”

huff… sungguh menyakitkan rasanya diberi hadiah hiburan ini… di tambah diiringi ketawa bini gw ma mbak-mabak tadi…, BUT… gw cukup bersyukur atas kejadian ini.

HIKMAH YG DAPAT KITA AMBIL DARI KISAH INI:

1. jangan over confidence klo belom jelas prosedurnya
2. sangat menambah kesabaran
3. melatih agar kita dapat berlapang dada
4. alhamdulillah dapet payung…. Kebetulan gw ga punya payung


Baca Selengkapnya...
Label:artikel 0 komentar |
Ibnu Zakariya Hasan

Halo sobat smua, mungkin kita pernah merasa putus asa ato bingung dalam menjalankan hidup ini, terkadang kita perlu sebuah pesan motivasi supaya kita lebih tau tujuan hidup kita akan mengarah kemana(sok tau mode ON)...Nah saya ada sedikit info tentang kumpulan motivasi dari Mario Teguh yang mungkin sedikit banyak memberi masukan buat anda...


Berdamailah dengan keadaan mu,
karena apa pun keadaan mu sekarang
adalah keadaan dari mana engkau
akan mencapai semua kecemerlangan mu.

Bila masalah-masalah mu besar dan berat, hadapkanlah wajah senyum mu kepada Yang Memiliki Matahari yang tenggelam – dan berterima-kasihlah atas penghormatan yang kau terima; bahwa Tuhan telah mempercayakan penyelesaian dari masalah-masalah yang hanya bisa diselesaikan oleh pribadi terkasih sebesar engkau.

Waktu adalah komponen pembentuk hidup kita, maka bijaklah kita jika kita memperhatikan nilai yang kita masukkan kedalam setiap jam atau hari kita.

Sebetulnya kita tidak membutuhkan peramal untuk memberitahu kecemerlangan masa depan kita, jika kita bersikap, berpikir, dan berlaku yang akan mencemerlangkan diri kita dalam keseharian kita.

Tidak ada peramal yang bisa meramalkan kehidupan yang baik bagi orang yang buruk dalam bersikap, berantakan dalam berpikir, dan malas dalam bertindak yang baik tetapi rajin dalam melakukan yang menjadikannya orang yang dipinggirkan.

Jika kita sedang benar, jangan terlalu berani dan
bila kita sedang takut, jangan terlalu takut.
Karena keseimbangan sikap adalah penentu
ketepatan perjalanan kesuksesan kita

Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita
adalah untuk mencoba, karena didalam mencoba
itulah kita menemukan dan belajar membangun
kesempatan untuk berhasil

kita hanya dekat dengan mereka yang kita
sukai. Dan seringkali kita menghindari orang
yang tidak tidak kita sukai, padahal dari dialah
kita akan mengenal sudut pkitang yang baru

Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi
pemilik masa lalu. Orang-orang yang masih terus
belajar, akan menjadi pemilik masa depan

Tinggalkanlah kesenangan yang menghalangi
pencapaian kecemerlangan hidup yang di
idamkan. Dan berhati-hatilah, karena beberapa
kesenangan adalah cara gembira menuju
kegagalan

Jangan menolak perubahan hanya karena kita
takut kehilangan yang telah dimiliki, karena
dengannya kita merendahkan nilai yang bisa
kita capai melalui perubahan itu

kita tidak akan berhasil menjadi pribadi baru bila
kita berkeras untuk mempertahankan cara-cara
lama kita. kita akan disebut baru, hanya bila
cara-cara kita baru

Ketepatan sikap adalah dasar semua ketepatan.
Tidak ada penghalang keberhasilan bila sikap
kita tepat, dan tidak ada yang bisa menolong
bila sikap kita salah

Orang lanjut usia yang berorientasi pada
kesempatan adalah orang muda yang tidak
pernah menua ; tetapi pemuda yang berorientasi
pada keamanan, telah menua sejak muda

Hanya orang takut yang bisa berani, karena
keberanian adalah melakukan sesuatu yang
ditakutinya. Maka, bila merasa takut, kita akan
punya kesempatan untuk bersikap berani

Kekuatan terbesar yang mampu mengalahkan
stress adalah kemampuan memilih pikiran yang
tepat. kita akan menjadi lebih damai bila yang
kita pikirkan adalah jalan keluar masalah.

Jangan pernah merobohkan pagar tanpa mengetahui
mengapa didirikan. Jangan pernah mengabaikan
tuntunan kebaikan tanpa mengetahui keburukan
yang kemudian kita dapat

Seseorang yang menolak memperbarui cara-cara
kerjanya yang tidak lagi menghasilkan, berlaku
seperti orang yang terus memeras jerami untuk
mendapatkan santan

Bila kita belum menemkan pekerjaan yang sesuai
dengan bakat kita, bakatilah apapun pekerjaan
kita sekarang. kita akan tampil secemerlang
yang berbakat

Kita lebih menghormati orang miskin yang berani
daripada orang kaya yang penakut. Karena
sebetulnya telah jelas perbedaan kualitas masa
depan yang akan mereka capai

Jika kita hanya mengerjakan yang sudah kita
ketahui, kapankah kita akan mendapat
pengetahuan yang baru ? Melakukan yang belum
kita ketahui adalah pintu menuju pengetahuan

Jangan hanya menghindari yang tidak mungkin.
Dengan mencoba sesuatu yang tidak
mungkin,kita akan bisa mencapai yang terbaik
dari yang mungkin kita capai.

Salah satu pengkerdilan terkejam dalam hidup
adalah membiarkan pikiran yang cemerlang
menjadi budak bagi tubuh yang malas, yang
mendahulukan istirahat sebelum lelah.

Bila kita mencari uang, kita akan dipaksa
mengupayakan pelayanan yang terbaik.
Tetapi jika kita mengutamakan pelayanan yang
baik, maka kitalah yang akan dicari uang

Waktu ,mengubah semua hal, kecuali kita. Kita
mungkin menua dengan berjalanannya waktu,
tetapi belum tentu membijak. Kita-lah yang harus
mengubah diri kita sendiri

Semua waktu adalah waktu yang tepat untuk
melakukan sesuatu yang baik. Jangan menjadi
orang tua yang masih melakukan sesuatu yang
seharusnya dilakukan saat muda.

Tidak ada harga atas waktu, tapi waktu sangat
berharga. Memilik waktu tidak menjadikan kita
kaya, tetapi menggunakannya dengan baik
adalah sumber dari semua kekayaan

Smoga bermanfaat yaa.....



Baca Selengkapnya...
Label:artikel 0 komentar |
Ibnu Zakariya Hasan

Oleh: Ibnu Zakariya Hasan

Aku merundung dalam pekatku. Ini langit tanpa cahaya. Bintang disana tak berguna, buang saja..!!!. seraya di sayat hatiku penuh gelap. Atap-atap tempatku berteduh masih memberi hujan. Badan ini basah tak karuan. Kasur kapuk penuh debu. Ibu tak berani mencucinya. Sprei ini zha yang pasang. Jadi ku keramatkan saja. Di bawah ranjang ada piring-piring kotor berserakan. Itu bekas kemarin aku makan. Ibu yang mengantarkan. seperti biasa, ia bawa dan hanya sesekali aku makan.


Biar..!!biar diri ini lapuk dan layu. Ku sumpah-sumpah diriku hina. Aku tak berguna. Ibu saja mengurungku di ruang sempit ini. Dengan rantai dikakiku, dan dengan gembok menyantol di ujung pintu. Katanya aku sering mengamuk. ruang ini pun bagai kandang sapi. Dan mereka memang menganggap aku sapi.. aku sapi..!!!
Kemarin, orang itu datang lagi, si baju putih dan Tanya –tanya aku banyak sekali. Kucakar-cakar saja dia. Wajahnya jadi penuh luka, mengaduh-aduh dan tak berani lagi dekat denganku. Katanya aku harus dibawa saja kesana. Disana banyak teman-teman yang serupa denganku. Tapi aku tak mau! Ini seprei zha yang pasang!. Baju-baju zha pun masih ada di lemari. Foto-fotonya yang tersenyum kepadaku, harum tubuhnya di bantal itu, dan kurasakan pelukannya saat aku berbaring di kandang ini.
Pernah abangku kesini. Aku di tendangnya dan diseretnya aku ke kamar mandi. Air itu membanjiri jasadku. Aku malah tertawa. Ibu yang menangis, menangis sejadi-jadinya.
Abangku murka dan di hajarnya aku berkali-kali… aku jatuh, tersungkur di lantai basah penuh air seniku. Aku senantiasa menyebut nama zha…, 
 “ ZHA….!!! ZHA..!!!”. 
 “ PLAKKK…!!!”. Lagi, abangku memukulku. Ia benci sekali denganku. Dengan zha. Tetanggaku pun sama. Ia yang membuat genteng kamarku bocor. Saat aku berteriak-teriak “ZHA…!!” batu itu melayang-layang dan menghantam atapku. Mengapa mereka seperti itu padaku?. Aku hanya mencintai zha.. aku menyayanginya.. sungguh!
   
                                                                      ***


Kata ibu, zha sudah tiada. “Zha sudah mati … ervan!!!”teriaknya.
“Zha hidup ibu.. dia disini.. ibu tak melihat”. Sejadi-jadinya ibu menangis lagi. Aku mengusap-usap bantal kusut tak bersarung. Itu harum sekali. Harumnya zha masih lekat di hidungku. Aku ingat saat malam itu. Itu malam pertama zha tidur disisiku. Ia cantik. Penuh bunga disekelilingnya. Tapi katanya ia lelah. Seharian menerima tamu undangan pesta pernikahan kami. Di pesta itu aku bahagia sekali, zha pun demikian. Teman-teman kantorku berdatangan, mereka membawa kado dan ucapkan kata selamat. Ramainya orang berdatangan tak membagi perhatianku. Aku tetap menatap zha.. ia bunga. Indah nian gaun itu dikenakannya. Tak ada yang lebih cantik dari dia. Aku memimpikan hari ini di sepanjang malamku. Ia gadis penuh pesona.senyumnya indah, matanya teduh, dan hatinya laksana sang dewi. Aku bagai bermimpi mendapatkannya. Aku terus memuja-muja dan ku panjatkan syukur pada yang kuasa. Disana juga zha terus tertawa, menandakan ia juga bahagia. Ibu.. ku lihat ibu tak henti-hentiya tersenyum menyalami orang yang berdatangan. Abang pras.., ia gagah, dengan jas setelan lengkap dan sepatu pantofel hitam mengkilat. Ahg… tak ada yang lebih indah dari hari itu.
Malamnya zha tidur disisiku. Ia pasang seprei bermotif bunga berwarna merah. Dia merebah dan meniduri bantal yang kini aku pegang. Sungguh wanginya masih melekat. Sepreinya pun masih hangat kurasakan. Walau kata ibu sepreiku sudah seperti karung kumal, dan bantalku bak cucian busuk.karna sudah hampir satu tahun kutiduri tanpa pernah dicuci.

  ***  
 Esoknya, aku dan zha sudah siap mendaki. Ini rencanaku dan aku yang menginginkannya. Walau zha senantiasa bilang takut, tapi kubesarkan hatinya.
 “ disana indah zha… kau bisa melihat edelweiss itu bermekaran, lembayung senja yang memerah, dan hamparan rumput hijau di perbukitan. Kalau kau tak kuat berjalan, biar aku menggendongmu!”. Zha tersenyum. Ia peluk aku. Hangat sekali. Manjanya buatku terbuai antara steva dan sabana yang akan kukunjungi.
 “ tapi gak akan apa-apa kan bang..?!”. zha menatap mataku, kuselami binar matanya yang berkaca.
 “ ga apa-apa zha..sayang… kan ada abang…”. Ia peluk aku lagi, aku mengerti ini pengalaman perdananya mendaki. Tapi sudah berkali-kali aku terjatuh bangun dalam semak dan jurang disana. Aku telah mumpuni untuk survive di hutan.
“Ini akan jadi sebuah kisah indah bagi anak anak kita kelak.!!.”. seruku tak henti.

                                                                           ***
Hutan, di antara ilalang panjang dan pohon- pohon yang besar. Zha sedikit terengah. Ku tuntun dia dan merebah kami pada batang yang besar. Siang menyengat, cahayanya bahkan menembus hingga ranting terkecil di bawah kaki ku. Zha mengambil air minum di tasnya. Aku terkesiap mengusap peluh-peluh yang membasahi dahinya. Dia masih indah, walau disengat beribu lebah kuyakin ia tetap indah.
 “ bang nanti kalau sudah punya uang cukup, kita pindah cari rumah baru…, gak enak numpang terus sama ibu”. Zha memberikan airnya padaku. Aku buka tutup botol itu dan menenggaknya.
 “ iya sayang.. nanti kita beli rumah baru..”
 “aku ingin punya kebun di belakangnya, aku ingin menanam adenium dan anggrek loka”. Zha menerawang menembus batas waktu. Matanya menatap keatas, dan senyumnya terurai-urai.
 “pasti sayang… nanti abang buatkan taman dan kolam ikan, abang juga ingin melihat ikan-ikan koi itu berenang menghibur kita.” Aku mengusap-usap rambutnya yang lembut bak salju.
 “ tapi asik juga ya bang.. di hutan berdua seperti ini”. Zha tertawa kecil
 “ romantiskan…?” aku menggoda, zha mendelik-delik manja.
 “ ayo lanjut lagi.. masih kuatkan.?” Aku bangkit zha bangkit. Aku menuntunnya.
Kutelusuri jalan-jalan setapak itu dengan keriangan. Sesekali zha bergelayut manja di pundakku. Aku petik sebuah edelweiss ketika sampai di sebuah padang rumput hijau tak bertuan. Aku ingat, aku pernah kesini sebelumnya dengan teman-teman mapalaku. Saat itu hanya hanphone ku saja yang mendapat signal. Jadi aku bisa menelepon zha yang saat itu sedang kuliah. Zha riang sekali kutelepon dari sini. Ia bilang ia minta kupetikkan sebuah edelweiss yang paling indah.aku bilang “edelweiss itu semuanya indah zha..jadi kau minta saja yang paling tua..”. ia tertawa.

Sampai kami pada sebuah tanah yang keras. Disitu rumput-rumputnya mati terinjak-injak. Disisinya pula ada parit yang berjelaga. Menandakan tempat ini pernah dipakai camp oleh pendaki lain. Kupastikan tempat itu aman, dan kudirikan sebuah dom berukuran dua kali dua . di depannya, kurakit kayu-kayu kering tuk unggun malam nanti.
Senja mulai memerah, awan-awan menghitam,di barat bahkan awannya sangat hitam, menandakan disana sedang hujan. di antaranya juga ada kelompok burung yang terbang ke utara. Suara-suara serangga hutan itu bagai terngiang-ngiang langsung di labirin telinga. Yah..Selaksa alam ini memberikan simponi yang megah untukku. Entah untuk zha. Dari tadi ia masih berbaring di atas matras yang ku gelar. Ia hanya melihatku berjibaku dengan patok-patok yang kutanam ke tanah.
 “ sip.. sudah selesai…”. Ujarku mengusap keringat.
 “ ayo sayang… masuk..”. zha beranjak, aku membawakan tasnya ke dalam tenda.
 “ aku ingin ke air bang…”. Tas itu baru kutaruh dan belum sempat kurapihkan.
 “ ayo.. sayang.. disana ada sungai…”. Zha melepas sepatunya dan berganti dengan sandal.
Jarak sungai itu tak terlalu jauh, hanya 20 meter dari campku. Sengaja, air itu adalah pusat kehidupan. Jadi jika kita hendak camp haruslah dekat air.
sungai itu pun selebar pohon pinus yang kutemui tadi. Kira-kira sejanjang 30 kaki, cukup lebar untuk mengalirkan air hingga ke hulu. Di barat awan semakin saja pekat.
  “ ya sudah zha.. kamu di belakang batu itu saja.. abang takan mengintip”.aku menunjuk batu besar di tengah sungai yang dangkal itu, zha ingin membuang urinenya yang sedari tadi ditahan. 
Awan hitam itu kian pekat kurasakan, aku mencoba mereka-reka di balikya, kelompok burung itupun semakin banyak berterbangan. Mereka gaduh, seperti ada sesuatu. Bersatu.. berpencar.. bertabrakan.., dan mereka terbang ke utara.. ke arahku!.!
Suara kera-kera hutan terdengar. Mereka jarang sekali berteriak-teriak seperti ini, mereka membuat sebuah komposisi musik yang menyeramkan. Aku tau itu. Pasti ada sesuatu. Aku berfikir keras tentang itu. Ada apa dengan alam ini?.
Tiba-tiba suara gemuruh munusuk-nusuk telingaku, semakin keras- semakin keras. Itu dari barat… itu dari.. barat..
 “ ZHA…..!!!!!”Aku berteriak sejadi-jadinya. Air bah itu datang dari belakang bukit. Zha masih di sungai.
 “ ZHA…!!!!” aku panik, zha tak menyadari apa yang terjadi. Aku berlari.. terpingkal diantara bebatuan sungai. Zha melihatku… namun tiba-tiba air bah itu menyambar bak petir. Menebak tubuh zha yang tak berdaya. Zha hilang…zha hilang… air setinggi atap rumah itu membawanya aku menyoroti setiap riaknya.. itu zha… dia terhuyung huyung di bawa arus. Ia timbul.. tenggelam.. lalu timbul.. aku pun berenang mengarungi ombak itu..terantuk-antuk menabrak batu besar. Zha..!!! zha..!!!! aku melihatnya. Dan kupercepat gerakku, tak terpikir air memancar deras sekali, aku hanya ingin menggapainya… ZHA..!!! ZHA…!!!. Bertahanlah…, air itu terus membawanya…menepikan nya ketempat entah berantah, dan zha… menghilang. 

                                                                             ***
 Aku menangisi akan apa yang terjadi. Di kamar ini kutumpahkan sesalku. Aku tersedu, terbahak, berteriak, meronta, bergeliat, dan membanting-banting kepalaku. Aku juga mengusap seprei itu, menciumnya, membasahinya, mendewakannya.
Zha..hilang, aku diselamatkan tim SAR karna tersangkut pada akar pepohonan disisi sungai.
Itu lebih buatku menyesal. Mengapa tak kau lenyapkan saja aku wahai Bah!. Dari pada aku harus merindukan zha disetiap detak jantungku ini. Zha tak akan pernah lagi ku peluk. Ia hanya bayang di otakku yang terus saja kuhancurkan.
Aku tak lagi bekerja, aku tak lagi bisa berkata pada dunia. Aku menyumpahi saja diriku setiap saat. Aku juga membentuk lukisan didinding tentang rumah yang zha idam-idamkan. Pekarangan itu, hijaunya dahan, dan anak-anak kami yang berlarian.
Kubangun sendiri duniaku, awan biru meneduhkan, pelangi-pelangi dikala hujan, dan bias-bias senja diantara matahari yang enggan pulang.
 “ BRAKKK!!!”
pintu itu ditendangnya. Aku gemetar, hilang awan biru meneduhkan itu, pelangi juga tak lagi dimataku.
 “Bangun Van!!” ia tarik-tarik kerah bajuku yang usang, ia mendengus lalu menutup hidungnya dengan tangan. Di jatuhkannya lagi aku ke kasur.
 “ mau sampai kapan kau begini..!!! apakah kau tak melihat ibu begitu menderita melihat kelakuanmu!!” ia menghardik, aku membulat-bulatkan mataku menatapnya. Lagi-lagi.. jika ia datang kesini pasti badanku habis dipukulinya.
 “ abang tau kamu sadar..!!,” ia pandang mukaku tajam. Badannya yang besar bagai air bah di sungai itu.
 “ AHHGG…!!!!”.aku mengamuk sejadinya. Ia mundur dan sedikit getir melihatku.
 PRAnk.!! Kaca itu ku pecah, aku meraung-raung… berteriak.. menangis…, ibu juga menangis.., abang pras sedikit berkaca. Kuhancurkan kamar itu, lukisan rumah, piring-piring di bawah, foto-foto zha.. seprei..kumal merah, bantal-bantal busuk. Segalanya.
Hujan turun tiba-tiba.. airnya jatuh di di penghujung isakku, itu menetes dari lubang-lubang atap.., ibu baru sadar jika ada lubang diatas situ. Aku benturkan kepalaku di dinding itu. Abang menyanggah dan menariku menjauh. Aku semakin saja membenturkannya didinding itu.. mataku pias, kepalaku pening, di keremangan aku melihat zha… sungguh.. itu zha… ia menghampiriku.. ia menatapku.., ia tersenyum padaku. Aku berlari memeluknya, kudekap erat dan tak akan pernah ku lepas. Dalam bisiknya aku mendengar.
 “ abang… jika abang sayang zha.., abang harus bangun…, bangun bang… bangun..” tiba-tiba zha melenyap begitu saja.. aku terisak-isak.. nafasku berbuku-buku.
“ jangan pergi zha…!!!”
“ ZHA…!!!” langit itu kupecah…, malam itu ku bungkam dan Air-air itu membias diantara hatiku, ibu memelukku, menangis. Tiba-tiba hatiku bergetar-getar kurasakan bisikan-bisikan zha tadi berdengung dengung tanpa henti. Hatiku lalu lunglai.. isak ku terhenti dan ku pandang wajah ibu.. , kerut-kerut senja begitu tampak diwajahnya. Aku pegang kedua bahunya.
 “ mandikan aku bu.., aku ingin makan, dan aku ingin memohon ampun pada tuhanku”. 
Bekasi, April 2009

 




Baca Selengkapnya...
Label:artikel 0 komentar |
Ibnu Zakariya Hasan

oleh: Ragdi F. Daye

“Pikiran saya sedang di pantai. Rozar mau bunuh diri.”
Serbet warna putih itu bergeser di atas meja lapis kaca.

Tangan berjemari kecil-kecil mengambil. Membaca baris kata. Memandang wajah risau di depannya seraya menghembuskan napas. Ada apa, Dik?


Hiru

Hujan teramat jahat. Saya menggigil di lobi hotel Permindo. Uni datang dari Jakarta. Tapi saya tidak punya rasa gembira. Saya tidak menjemput ke Bandara Tabing. Ke hotel ini pun terpaksa karena tadi Uni kirim pesan: Temui Uni malam ini pukul setengah delapan. Penting. Tentang masa depanmu.

Bukan apa-apa.

Saya sedang tidak gembira.

Saya sedang rusuh. Rozar saya tinggalkan di Bungus. Kemah Bakti Mahasiswa. Ia depresi. Frustasi oleh luka-luka yang disayatkan oleh orang yang dipercayanya.

Saya terpaksa meninggalkannya gara-gara Uni datang. Kenapa Uni ke Padang pada saat saya susah untuk merasa bahagia.

Asmarani

Wajahnya basah. Aku bingung. Tak menyangka kalau orang yang disebut-sebut Pak Yak itu ternyata hanya seorang pemurung. Ia cuma menekur atau membuang pandang ke relung-relung berhias motif etnik.

“Dia penulis biografi berbakat. Amat pandai menjalin perjalanan hidup seseorang sehingga begitu hidup dan dramatis. Ada beberapa orang tokoh yang setuju dibuatkan biografinya oleh Hiru.”
Aku diperintahkan untuk menyempatkan diri menemuinya dalam perjalanan tugas di kampung halaman, Sumatera Barat. Penerbit tempatku bekerja mau mengontraknya.

“Bagaimana kalau kita cari tempat yang cukup nyaman untuk ngobrol?”
Kami keluar dari hotel. Ia cuma mengangkat bahu ketika kuajak memasuki restoran siap saji.

Hiru

“Aku terluka, Hiru.”

Pantai Bungus begitu teduh. Tapi laut di mata Rozar bergemuruh. Ia mengulangi kata-katanya. Keluh kesah sebagai penyesalan tak putus-putus. Telah sejak kemarin saya dijadikannya tong sampah. Bertambah-tambah kemarahannya dimuntahkan dari mulut. “Ia menipuku dengan baik-baik.”

Tentang Serga, datang dari Jakarta bawa kabar gembira. Kita bangun dunia audio visual di Sumbar. Memproduksi film-film dokumenter, atau apa, mari berkarya. Kita adakan pelatihan terlebih dahulu. Workshop. Cerita Rozar. Setelah hari-hari pontang-panting yang meletihkan itu, Serga balik ke Jakarta. Diam-diam. Setelah mengantongi selembar surat kerja sama dengan seorang pengusaha. Akan membuat film. Tanpa bicara. Sendiri mengemasi. Tanpa melibatkan kelompok panitia sama sekali.

“Aku terlalu tolol percaya bulat-bulat pada orang kalapia itu!”

Perasaan malu akibat tertipu, itu yang meninjunya.

“Perlukah kita ke pengadilan?” Saya ikut-ikutan gusar. Membanting buah ketaping yang gugur muda ke laut. Terapung-apung. “Ini penipuan!”

“Aku terlalu tolol! Bisa-bisanya dibodohi.” Rozar mencengkram pasir. Meremukkan. Aku telah mempermalukan kawan-kawan!” Rozar tegak. Lalu turun ke laut. Mengaum sambil mencabik-cabik ombak.

“Rozar!”

Saya terjun segera. Membetot tubuhnya yang melejang-lejang dengan kegeraman yang sempurna.

Lokasi perkemahan gempar.

Anak-anak baru telanjur tahu.

Dikira Rozar, ketua panitia, kesurupan. Dukun kampung langsung datang. Rozar menendang tempurung berisi kemenyan. Ia marah-marah. “Aku akan ke Jakarta! Merobek mulutnya yang pandai berjanji-janji. Atau aku mati saja di laut!”

Sampai hampir Maghrib.

Sampai SMS itu nongol membuat saya mau tak mau bertolak ke Padang karena menyangkut masa depan. Saya meninggalkan Rozar setelah menyumpal telinganya dengan serentatan kata-kata.

“Kamu jangan berbuat lebih bodoh! Apa kata anak-anak baru itu! Senior stres! Mau ditaruh di mana muka. Tidak bisa memenej konflik. Tidak lucu bila semuanya tahu masalah ini! Saya mau ke Padang, nanti malam balik lagi.”

Hati saya berat meninggalkan Rozar.

Saya merasa ia butuh saya.

“Hiru...! Hiru!”

Saya gelagapan ketika sebelah tangan melambai-lambai di depan mata saya.

“Bagaimana? Kamu bisa ikut ke Jakarta Rabu besok?”
“Apa, Ni?”


Asmarani

Kalau tak mengingat rekomendasi dari Pak Yak, barangkali telah kutinggal pergi anak itu. Sedang bicara serius bisa-bisanya melamun. Apakah baginya tawaran kontrak ini sesuatu yang sepele? Tidak sopan sekali!

“Kesempatan ini belum tentu akan datang dua kali, Hiru!”

Ia menatapku. Lurus. Lama.

Aku jadi rikuh. “Maaf, Uni tak mengancam.”

Tapi mata itu terus menikam tajam.

“Ada yang kamu keberatan? Masalah royalti? Atau akomodasimu ke kantor pusat, tenang...”

Hiru

Saya melepaskan pandang dari matanya. Ia telah menyerah. Saya pandang kaca. melihat ke luar. Orang-orang dan kendaraan-kendaraan disiram hujan. Permindo mengabur. Saya mungkin terlalu sensitif.

Laki-laki baik hati bernama Serga itu mengontak Rozar pertama kalinya juga dengan begitu arif bijaksana.

“Saya mau buka cabang di Padang. Sebagai langkah awal kita adakan rekrutmen, kemudian wokshop dan pembekalan pengurus. Setelah itu mulai berproduksi. Kamu bisa coba-coba bikin skenario. Nanti kita kerjakan bersama. Dananya ada. Oke, kan?”

Rozar yang punya impian pun menggalang teman-temannya membentuk panitia—saya kebetulan tidak terpikat pada bidang itu—dan menyelenggarakan acara yang lumayan sukses dengan susah payah.

Tapi Serga pergi begitu saja. Setelah dapat order sekian juta. Buat film pesanan. Rozan dan teman-teman gigit jari, padahal orang-orang telah (diberi) tahu bahwa mereka akan membuat film bersama orang film ternama dari Jakarta.

Maka saya jadi meragukan mulut yang berkotek-kotek merdu di depan saya. Tidakkah perempuan rancak ini juga seorang penipu yang pintar bersopan-santun?

Asmarani

Aku jadi jengkel.

Tatapannya kurang ajar. Seperti mencibir.

Menangkal gerah kukudap keripik pedas-manis di piring pipih.

“Ada masalah?”

Ia meraih serbet. Membuka lipatannya. Mengambil pena dari tas. Menoreh kertas lembut itu dengan ujung bertinta. Lantas menggesernya ke dekat tanganku tanpa bercakap sepotong pun.

“Siapa Rozar?” Aku selesai membaca.

“Untuk apa kamu tahu?” Kamu. Bukan 'uni' seperti sebelumnya.

“Kenapa ia mau bunuh diri?”
Mukanya merah. Tangannya menumbuk meja. Retak.

“Pertemuan ini omong kosong saja, bukan? Apa misi kamu dengan memanfaatkan saya? Cari uang untuk apa?!”

“Hiru, saya tidak mengerti!”

“Kamu penipu, bukan?!”

“Apa maksudmu?!”

“Sudahlah! Saya tidak punya waktu untuk melanjutkan omong kosong ini!”

“Hiru!”

Ia berlari ke pintu. Mendorong pramusaji hingga terjuangkal. Ke luar menerobos hujan.

Murka, aku duduk terhenyak. Memencet keyboar HP keras-keras. SMS ke Pak Yak.

“ANAK ITU GILA!”


Hiru

Saya berlari di Permindo yang basah.

Hati saya seperti dicucuk oleh rasa sedih dan muak yang begitu semesta. Rozar yang dikhianati. Kenapa saya meninggalkannya. Hanya untuk obsesi saya. Apa sikap saya tidak tolol pula?

Rozar. Rozar! Maafkan saya!

Saya berlari mencari angkutan umum biru tua 407.

Saya harus segera ke Pantai Bungus.

Swing...! Swing...!

“Ya, halo!”

“Hiru di mana kamu?!”

Azwar!

“Ada apa?!”

“Rozar, dia...”

Tubuh saya merapuh. Saya terjatuh.



2 Oktober, malam setelah hujan

Melewati Permindo yang selalu ramai, saya menyempatkan berdiri di seberang resto yang berdampingan dengan hotel itu. Dada saya menggigil. Di tepi jalan itu setahun lalu saya terjatuh dan menangis.

Saya remas bungkusan kenang-kenangan acara bedah buku biografi Gamawan Fauzi yang akhirnya saya tulis juga dengan setengah hati.

Saya masih susah memaklumi tindakan saya hari itu.

Meninggalkan Rozar.

“Aku terluka, Hiru.”

Saya pergi

Dan Azwar menelpon saya, malam itu. “Hiru, Rozar tenggelam!”

Dada saya sesak.

Kembali.

Tubuh saya merapuh. Saya terjatuh.



Padang, Oktober 2004




Baca Selengkapnya...
Label:artikel 0 komentar |
Ibnu Zakariya Hasan

oleh: Abdul Razak M.H. Pulo

  Bertahun-tahun aku dikuasai cahaya hijau. Ia makhluk berbentuk tak beraturan dengan cakar-cakar baja yang setiap saat mencengkram tubuhku. Melumat perasaanku. Menguasai pikiranku. Bisikannya tak kuasa kubendung. Bisikannya menghantam imajinasiku, bahkan mengalahkan egoku. Tergeletak aku dalam dunia ciptaan bayang-bayangnya. Malam seolah tak berganti siang. Kehangatan membeku. Ceria dirundung derita. Di sekelilingku selalu remang-remang laksana senja kala di penghujung musim hujan.

  Sebelum cahaya hijau merajai istana kehidupanku, aku bersama teman-teman sekampung ramai-ramai mengabdikan diri tanpa pikir panjang untuk menjadi anggota organisasi terlarang, yang melancarkan serangan kepada pemerintah sah negeri ini. Dilatih kami menggunakan senjata di tengah belantara. Kami melalui malam-malam kelam yang tak bercahaya dan siang-siang lambat yang merayap tak bertenaga. Setelah dua puluh hari diberi bekal keahlian kokang senjata, diajak kami menyerang sebuah pos tentara di kampungku.

Letusan bedil sahut-sahutan bagai lolongan serigala di bawah bayangan bulan purnama. Berdesing-desing peluru, memendar percikan api bagai kepingan-kepingan emas yang melesat di udara. Teriakan-teriakan seakan menjembol gendang telinga. Rintihan teman di sampingku, teman karibku, menghujam perasaan paling sensitif yang aku punya. Aku tiarap. Meraih tangannya. Dia mati! Darah tergenang dalam lubang-lubang bekas jejak sepatu: kental, pekat.


  Aku dibangunkan gagak-gagak hitam yang terbang mengitari pucuk-pucuk pohon. Seolah mereka sedang menatap tajam ke arahku. Pelupuk mataku berat kupaksa buka. Segera saja mataku menangkap puluhan tubuh tergeletak kaku. Tak ada yang tegak berdiri. Aku merasa diriku bagai sekerat daging yang siap dicabik gagak-gagak bermata merah itu.

  Aku bangkit. Tatapanku nanar menyentuh ruang-ruang kosong di sudut-sudut gubuk pelepah rumbia. Lolongan anjing hutan yang menyelinap di sela-sela pohon memantul ke kupingku. Desir hasrat merah darah kering menganyirkan bau udara, menggelitiki hidungku. Bangkai-bangkai manusia berserakan. Selongsong peluru bertabur tak beraturan. Beberapa pucuk bedil tercampak begitu saja. Pistol di pinggangku masih utuh. Kucabut. Kutembakkan ke udara berkali-kali. Menggelegar. Gagak-gagak buyar.

  Cicit burung pipit, lenguhan kerbau. desau angin, gemerisik daun, suara jangkrik, dan lolongan anjing hutan bersatu-padu menggubah simfoni alam menjadi irama nestapa.

  Temanku mati. Ayahku pun kudapati mati terpanggang di antara bara api dan puing-puing di atas lantai-tanah gubuk kami. Kematian Ayah membuatku sepi. Tak akan ada lagi kicau burung. Tak akan ada lagi canda saat menjual bakung. Tak ada lagi tempat bertanya baris-baris kitab kuning. Semua sirna, pudar menuju hitam. Kelam. Gulita! “Aku keluarr...” teriakku dahsyat.

  Aku keluar. Aku bukan lagi anggota organisasi keparat itu. Aku menyesal. Sia-sia kubergabung. Pistol dan beberapa pelurunya kubuang ke rawa-rawa. Terseok-seok aku berjalan. Pikiranku tertuju kepada Ibu.

  “Ibuku, sudah hijrah ke Desa Fajar, kampung nenekku, semenjak ketentraman terenggut dari kampung kami. Ayah tidak mau ikut kala itu, katanya ia akan menyusul setelah panen tiba. Ayahku menanam kacang kuning dan jagung dua-tongkol. Hampir panen. Tapi, kini ayah telah tiada. Seluruh penduduk kampung telah eksodus ke masjid dan sekolah di pinggir jalan raya. Mereka meninggalkan rumah, ternak, sawah, ladang. Tikus, babi, dan kera pasti akan berpesta pora di sana- di lahan-lahan yang terbengkalai.

  Berita kematian ayah membuat ibuku sangat terpukul. Ia semakin kurus. Pada saat yang sama, aku mendapati diriku termenung sepanjang hari. Dan aku lebih suka mengurung diri di dalam bilik gubuk kayu peninggalan nenek di Desa Fajar. Sebuah desa yang bergunung-gunung, berlembah—lembah. Dan matahari selalu memberinya sinar secara sempurna.

  Tujuh bulan berlalu. Di belakang gubuk, terpacak aku menatap kosong bukit-bukit subur yang melatarbelakangi Lembah Leher Angsa. Tiba-tiba dari dasar lembah keluar cahaya hijau benderang melesat cepat ke arahku. Aku panik. Kaget. Gugup. Cahaya itu membentuk lingkaran parabola melingkupi seluruh tubuhku. Dalam sekejap muncul suara bisikan, tapi terdengar laksana auman singa di telingaku.

  Berbagai jenis suara kemudian datang silih berganti. Cahaya hijau berputar-putar melingkari tubuhku. Suara musik mirip irama padang pasir membuai pikiranku, entah dari mana asalnya. Dan pada saat yang sama, cahaya hijau itu mencengkram bumi. Menelusup ke dalamnya. Lalu naik dan menempel di telapak kakiku. Sekejap kemudian, terdengar suara azan. Dan saat itu pula, cahaya hijau berputar-putar di atas ubun-ubunku. Lalu tegak lurus menembus awan dalam hitungan detik.

  Beberapa detik berlalu. Cahaya hijau telah kembli. Kini, ia punya banyak lengan panjang sperti gurita. Aku terpana. Ternganga. Dan, oh, serta merta dengan cepat cahaya itu menerobos dari atas. Menembus puncak kepalaku. Terus menyusup sampai leher, lalu ke dada, perut, dan, ahh... ke seluruh tubuhku saat pertama ia masuk terasa sakit sekali, namun beberapa saat kemudian aku merasakan kedamaian yang luar biasa. Hijau. Hijau. silau. Pada saat itulah, aku berjanji kepada si cahaya hijau untuk akan mematuhi segala perintahnya.

  Antara diri-sadarku dan cahaya hijau saling berebutan menguasai ragaku. Perintah pertama yang diberikan cahaya hijau adalah menyuruhku mengambil pisau dapur, untuk menggorok leherku sendiri. Aku lakukan. Aku ambil sikap. Kugenggam erat gagang pisau. Kutarik “Sreet...tt..” Darah segar muncurat. Aku tersungkur. Aku mengerang. Meraung kesakitan. Untung saja ibuku, yang sedang menggoreng telur, menangkap eranganku yang perih. Terdengar suara langkahnya berlari. Ia berlutut, di hadapanku mataku yang berkunang. Menarik selendang di kepalanya dengan cekatan. Mengikat lukaku erat-erat supaya darah berhenti. Membalut leherku. Memanggil para tetangga dan membawaku ke rumah sakit. Aku mendapatkan enam jahitan. Aku sembuh. Tapi suaraku parau kini.

  Cahaya hijau datang dan marah besar. Kau telah melanggar janji. Kau harus menebus dosa, katanya.

  Cahaya hijau, inginkan aku menebus dosa dengan cara mati. Silih berganti kesadaran dan cahaya hijau menguasai ragaku juga jiwaku.

  Kepalaku terasa mau pecah. Burai. Sebulan kemudian aku minggat dari rumah, dengan menumpang bus umum menuju ibukota. Malamnya aku tidur di emperan toko di dalam pasar ibukota. Cahaya hijau terus saja menguntitku. Kurang ajar!

  Ia datang dan dengan cepat menerobos dari atas. Menembus puncak kepalaku. Terus menyusup sampai leher, lalu ke dada, perut dan berhenti di pinggangku. Sementara, salah satu tangannya yang keras mengebor sampai menembusi telapak kakiku, lalu naik ke paha, dan juga berhenti di pinggang. Kini ia sangat kuat. Ia memutar-mutar tubuhku layaknya sebuah gasing. Ia menarikku tanpa ampun, tak dapat kubendung. Disuruh aku menebus dosa dengan cara mencari kerja, ya kerja. Tapi ke mana aku dibawa? Ia terus menarikku dalam gerimis dan keremangan malam ke markas mahkluk-mahkluk coklat. Aku harus cari kerja di sana, tiada cara lain. Disuruh aku menghantam salah seorang dari mahkluk coklat, dengan cara begitu mereka akan menembakku, sehingga aku akan mati. Tertebuslah dosaku.

  Pukulan kuat kepalan tanganku menimpa wajah salah satu di antara mahluk coklat. Berdarah. ia terhuyung dan jatuh. Kemudian aku juga jatuh berguling-guling setelah tinju dan tunjangan teman-temannya menghujam tubuhku. Saat pukulan-pukulan itu menimpaku, tubuhku seolah-olah berserakan berkeping-keping, lalu menyatu kembali. Begitu seterusnya saat pukulan-pukulan mendarat di tubuhku. Tak ada sakit yang aku rasakan. Cahaya hijau masih di dalam tubuhku. Merayap-rayap. Mendenyut-denyut. Lalu terasa tubuhku diguyur dengan air bertubi-tubi, dingin sekali. Aku buka mata. Tersenyum. Cahaya hijau menginginkan aku menebus dosa dengan cara mati. Tapi nyatanya mati belum juga menjemput.

  Dikurung aku dalam kamar sempit berjeruji besi. Aku merasa bagai hidup di neraka. Siksaan demi siksaan, pukulan demi pukulan merambahi seluruh tubuhku: kepala, leher, tangan, kaki, perut, punggung, wajah bahkan kemaluanku. Aku ditanya dengan paksa, dibumbui siksaan dan pukulan. Dituduh aku merampas senjata mereka. Aku mengaku saja. Karena mengaku dipukul, tak mengaku juga dipukul. Tak beda.

  Seringai-seringai bengis berdisis-desis saat mahluk-mahkluk coklat melintasi bilik jerujiku. Tatapan mereka menghujam manik mataku. Sementara itu, cahaya hijau sangat murka sebab aku masih dapat menghirup udara, meski udara yang kuhirup berat, berbau, dan sangat kotor.

  Ibuku di Desa Fajar lagi-lagi terpukul dengan kepergianku yang tanpa pamit, setelah ayahku. Ia mencariku ke mana-mana: tak ada. Dengan putus asa, ibu menjumpai seorang penduduk desa seberang yang memelihara seekor burung beo, yang konon burung itu mampu meramal posisi suatu benda, termasuk posisi manusia yang hilang.

  Dan beruntung. Beo itu benar, aku ada di ibukota, katanya. Ibu dan pamanku menyusul ke ibukota berbekal rasa cinta, kasih sayang, dan rindu kepadaku. kami bertemu di markas makhluk coklat.

  “Tolonglah, Pak, izinkan anak saya pulang. Saya sangat rindu padanya, Pak,” pinta Ibuku.

  “Tidak bisa. Dia perampas senjata. Dia harus dihukum!” jawab makhluk coklat setengah membentak.

  Tak diizinkan aku pulang. Ibu menangis. Paman menangis. Aku tidak.

  Hari berganti. Minggu berganti. Sepertinya mahkluk-mahkluk coklat itu tak suka melihatku selalu bicara dengan cahaya hijau, meski isi bicaraku hanyalah perjanjian-perjanjian penebusan dosa. Akhirnya, mereka membawaku paksa ke sebuah tempat. Jauh sekali. Seperti di alam mimpi.

  Di sana, mahkluk-makhluk putih menyambutku dengan anggun menebar senyum. Aku melayang. Mereka menuntunku. Mereka membimbingku. Mereka baik-baik, tak seperti mahkluk yang kutemui sebelumnya: beringas, kejam, bengis, suka menyiksa.

  Mahluk-mahkluk putih itu saling bekerja sama di antara mereka. Mereka bisa masuk ke dalam perasaan, pikiran, dan anganku. Mereka memberiku makanan bergizi. Mereka juga memberiku butiran-butiran merah, putih, biru, coklat, kadang kuning. Aku dapat tidur nyenyak. Cahaya hijau pun sudah tak berdaya, terkulai lemah, matanya layu. Ia hanya dapat menguasai jari-jari kakiku.

  Orang-orang putih begitu perhatian kepadaku, juga kepada teman-temanku di tempat yang penuh bayang-bayang abstrak itu. Di situlah aku berada kini, bertahun-tahun.

Banda Aceh, April 2004





Baca Selengkapnya...
Label:artikel 0 komentar |
Ibnu Zakariya Hasan

Ada Cerita Dibalik Foto...

by: Alief Imut

 Ayah, Bunda, Alief...Abis Kondangan mampir ke tukang kembang

                                  


Ini Keluarga Bahagia...

 Bunda Sama Alief...masih di tukang kembang...

Bunda sama Alief lagi keren kan??

I am Playboy....

I am Cute......

Aku merenung....

Stt....Aku lagi bobo neh.. imut kan??

Hai... Aku Anak Sehat...

THE END



Baca Selengkapnya...
Ibnu Zakariya Hasan

Brother... dah lama neh ga' naek lagi.... tapi gw yakin lo semua masih inget ma kenangan kita beberapa tahun yang lalu... gw share foto-foto kenangan kita ini sebagai harapan biar tali persahabatan kita tetap kaya dulu... jangan lupa yang nyimpen foto-foto kenangan yang laennya share ke gw..

kita mulai dari sini:

kebon nanas juli 2003, persiapan naek pertama kali ke gede pangrango

klo ngeliat yang ini...gw jadi malu..tampang kita masih pada polos banget.....untung ga dimakan macan

curug siliwangi, wuih...keren banget ya... ga nyangka fotonya sekeren ini..

Gunung Puntang Bandung juni 2004, ini baru anak gunung..., kostum oke, prepare oke....di saat naek ke dua ini kita banyak melakukan perubahan dan dipersiapkan dengan matang.

G.Puntang, jadi lucu kalo inget puntang..., kesasar ke jalur polisi hutan, ngeliat macan, terseok-seok di bandung, tapi sangat penuh kenangan.

Ini baru keren banget...Puncak Gunung Gede. walaupun banyak teman kita yang ga ikut dan yang ikutpun banyak yang sakit..tapi penjelajahan kita yang ketiga ini sangat berkesan..mungkin lo semua pada inget, waktu kita pengen diriin tenda, kita belum dapet sumber air..padahal waktu menunjukan pukul 9 malem, badan dah cape..perut laper ga da makanan mo masak ga ada aer.. akhirnya malam pertama digunung itu kita isi dengan acara tidup bareng sambil kelaperan.ha..ha..subuh-subuhnya eh ada nenek-nenek tukang nasi uduk lewat..yaudah habislah dia...ha..ha...

Tanjakan Setan G.Gede


masih di tanjakan Setan...emang setan banget ye..tuh tanjakan... ampe sebelum turun kudu baca yasin dulu 7 kali..he..he...

Ok...Brother..Gw harap lo ga ngelupain kenangan kita ini..., kapan-kapan kita pasti bakal naek lagi.., doain aje biar semuanya sehat..., dan tentunya kita doakan sahabat kita Indra P.C (alm) semoga diberikan tempat yang layak.amien.




                                   



Baca Selengkapnya...
Ibnu Zakariya Hasan

Sejarah masuknya Islam di Indonesia melalui babak – babak yang penting:

1. Babak pertama, abad 7 masehi (abad 1 hijriah).

Pada abad 7 masehi, Islam sudah sampai ke Nusantara. Para Dai yang datang ke Indonesia berasal dari jazirah Arab yang sudah beradaptasi dengan bangsa India yakni bangsa Gujarat dan ada juga yang telah beradaptasi dengan bangsa Cina, dari berbagai arah yakni dari jalur sutera (jalur perdagangan) dakwah mulai merambah di pesisir-pesisir Nusantara.
Sejak awal Islam tidak pernah membeda-bedakan fungsi seseorang untuk berperan sebagai dai (juru dakwah). Kewajiban berdakwah dalam Islam bukan hanya kasta (golongan) tertentu saja tetapi bagi setiap masyarakat dalam Islam. Sedangkan di agama lain hanya golongan tertentu yang mempunyai otoritas menyebarkan agama, yaitu pendeta. Sesuai ungkapan Imam Syahid Hasan Al-Bana “ Nahnu du’at qabla kulla syai“ artinya kami adalah dai sebelum profesi-profesi lainnya.

Sampainya dakwah di Indonesia melalui para pelaut-pelaut atau pedagang-pedagang sambil membawa dagangannya juga membawa akhlak Islami sekaligus memperkenalkan nilai-nilai yang Islami. Masyarakat ketika berbenalan dengan Islam terbuka pikirannya, dimuliakan sebagai manusia dan ini yang membedakan masuknya agama lain sesudah maupun sebelum datangnya Islam. Sebagai contoh masuknya agama Kristen ke Indonesia ini berbarengan dengan Gold (emas atau kekayaan) dan glory (kejayaan atau kekuasaan) selain Gospel yang merupakan motif penyebaran agama berbarengan dengan penjajahan dan kekuasaan. Sedangkan Islam dengan cara yang damai.

Begitulah Islam pertama-tama disebarkan di Nusantara, dari komunitas-komunitas muslim yang berada di daerah-daerah pesisir berkembang menjadi kota-kota pelabuhan dan perdagangan dan terus berkembang sampai akhirnya menjadi kerajaan-kerajaan Islam dari mulai Aceh sampai Ternata dan Tidore yang merupakan pusat kerajaan Indonesia bagian Timur yang wilayahnya sampai ke Irian jaya.

2. Babak kedua, abad 13 masehi.

Di abad 13 Masehi berdirilah kerajaan-kerajaan Islam diberbagai penjuru di Nusantara. Yang merupakan moment kebangkitan kekuatan politik umat khususnya didaerah Jawa ketika kerajaan Majapahit berangsur-angsur turun kewibawaannya karena konflik internal. Hal ini dimanfaatkan oleh Sunan Kalijaga yang membina di wilayah tersebut bersama Raden Fatah yang merupaka keturunan raja-raja Majapahit untuk mendirikan kerajaan Islam pertama di pulau Jawa yaitu kerajaan Demak. Bersamaan dengan itu mulai bermunculan pula kerajaan-kerajaan Islam yang lainnya, walaupun masih bersifat lokal.

Pada abad 13 Masehi ada fenoma yang disebut dengan Wali Songo yaitu ulama-ulama yang menyebarkan dakwah di Indonesia. Wali Songo mengembangkan dakwah atau melakukan proses Islamisasinya melalui saluran-saluran:
a) Perdagangan
b) Pernikahan
c) Pendidikan (pesantren)

Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang asli dari akar budaya indonesia, dan juga adopsi dan adaptasi hasanah kebudayaan pra Islam yang tidak keluar dari nilai-nilai Islam yang dapat dimanfaatkan dalam penyebaran Islam. Ini membuktikan Islam sangat menghargai budaya setempat selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
d) Seni dan budaya

Saat itu media tontonan yang sangat terkenal pada masyarakat jawa kkhususnya yaitu wayang. Wali Songo menggunakan wayang sebagai media dakwah dengan sebelumnya mewarnai wayang tersebut dengan nilai-nilai Islam. Yang menjadi ciri pengaruh Islam dalam pewayangan diajarkannya egaliterialisme yaitu kesamaan derajat manusia di hadapan Allah dengan dimasukannya tokoh-tokoh punakawam seperti Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong.
Para Wali juga menggubah lagu-lagu tradisional (daerah) dalam langgam Islami, ini berarti nasyid sudah ada di Indonesia ini sejak jaman para wali. Dalam upacara-upacara adat juga diberikan nilai-nilai Islam.
e) Tasawwuf

Kenyatan sejarah bahwa ada tarikat-tarikat di Indonesia yang menjadi jaringan penyebaran agama Islam.

3. Babak ketiga, masa penjajahan Belanda.

Pada abad 17 masehi tepatnya tahun 1601 datanglah kerajaan Hindia Belanda kedaerah Nusantara yang awalnya hanya berdagang tetapi akhirnya menjajah. Belanda datang ke Indonesia dengan kamar dagangnya yakni VOC, semejak itu hampir seluruh wilayah nusantara dijajah oleh Hindia Belanda kecuali Aceh. Saat itu antar kerajaan-kerajaan Islam di nusantara belum sempat membentuk aliansi atau kerja sama. Hal ini yang menyebabkan proses penyebaran dakwah terpotong.

Dengan sumuliayatul (kesempurnaan) Islam yang tidak ada pemisahan antara aspek-aspek kehidupan tertentu dengan yang lainnya, ini telah diterapkan oleh para Ulama saat itu. Ketika penjajahan datang, mengubah pesantren-pesantren menjadi markas-markas perjuangan, santri-santri (peserta didik pesantren) menjadi jundullah (pasukan Allah) yang siap melawan penjajah sedangkan ulamanya menjadi panglima perangnya. Hampir seluruh wilayah di Indonesia yang melakukan perlawanan terhadap penjajah adalah kaum muslimin beserta ulamanya.

Potensi-potensi tumbuh dan berkembang di abad 13 menjadi kekuatan perlawanan terhadap penjajah. Ini dapat dibuktikan dengan adanya hikayat-hikayat pada masa kerajaan-kerajaan Islam yang syair-syairnya berisikan perjuangan. Ulama-ulama menggelorakan Jihad melawan kaum kafir yaitu penjajah Belanda. Belanda mengalami kewalahan yang akhirnya menggunakan strategi-strategi:
Politik devide et impera, yang pada kenyataannya memecah-belah atau mengadu domba antara kekuatan Ulama dengan adat contohnya perang Padri di Sumatera Barat dan perang Diponegoro di Jawa.
Mendatangkan Prof. Dr. Snouk Cristian Hourgonye alias Abdul Gafar seorang Guru Besar keIndonesiaan di Universitas Hindia Belanda juga seorang orientalis yang pernah mempelajari Islam di Mekkah, dia berpendapat agar pemerintahan Belanda membiarkan umat Islam hanya melakukan ibadah mahdhoh (khusus) dan dilarang berbicara atau sampai melakukan politik praktis. Gagasan tersebut dijalani oleh pemerintahan Belanda dan salah satunya adalah pembatasan terhadap kaum muslimin yang akan melakukan ibadah Haji karena pada saat itulah terjadi pematangan pejuangan terhadap penjajahan.

4. Babak keempat, abad 20 masehi

Awal abad 20 masehi, penjajah Belanda mulai melakukan politik etik atau politik balas budi yang sebenarnya adalah hanya membuat lapisan masyarakat yang dapat membantu mereka dalam pemerintahannya di Indonesia. Politik balas budi memberikan pendidikan dan pekerjaan kepada bangsa Indonesia khususnya umat Islam tetapi sebenarnya tujuannya untuk mensosialkan ilmu-ilmu barat yang jauh dari Al-Qur’an dan hadist dan akan dijadikannya boneka-boneka penjajah. Selain itu juga mempersiapkan untuk lapisan birokrasi yang tidak mungkin pegang oleh lagi oleh orang-orang Belanda. Yang mendapat pendidikanpun tidak seluruh masyarakat melainkan hanya golongan Priyayi (bangsawan), karena itu yang pemimpin-pemimpin pergerakan adalah berasalkan dari golongan bangsawan.

Strategi perlawanan terhadap penjajah pada masa ini lebih kepada bersifat organisasi formal daripada dengan senjata. Berdirilah organisasi Serikat Islam merupakan organisasi pergerakan nasional yang pertama di Indonesia pada tahun 1905 yang mempunyai anggota dari kaum rakyat jelata sampai priyayi dan meliputi wilayah yang luas. Tahun 1908 berdirilah Budi Utomo yang bersifat masih bersifat kedaerahan yaitu Jawa, karena itu Serikat Islam dapat disebut organisasi pergerakan Nasional pertama daripada Budi Utomo.

Tokoh Serikat Islam yang terkenal yaitu HOS Tjokroaminoto yang memimpin organisasi tersebut pada usia 25 tahun, seorang kaum priyayi yang karena memegang teguh Islam maka diusir sehingga hanya menjadi rakyat biasa. Ia bekerja sebagai buruh pabrik gula. Ia adalah seorang inspirator utama bagi pergerakan Nasional di Indonesia. Serikat Islam di bawah pimpinannya menjadi suatu kekuatan yang diperhitungkan Belanda. Tokoh-tokoh Serikat Islam lainnya ialah H. Agus Salim dan Abdul Muis, yang membina para pemuda yang tergabung dalam Young Islamitend Bound yang bersifat nasional, yang berkembang sampai pada sumpah pemuda tahun 1928.

Dakwah Islam di Indonesia terus berkembang dalam institusi-institusi seperti lahirnya Nadhatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, dan lain-lain. Lembaga-lembaga ke-Islaman tersebut tergabung dalam MIAI (Majelis Islam ‘Ala Indonesia) yang kemudian berubah namanya menjadi MASYUMI (Majelis Syura Muslimin Indonesia) yang anggotanya adalah para pimpinan institusi-institusi ke-Islaman tersebut.

Di masa pendudukan Jepang, dilakukan strategi untuk memecah-belah kesatuan kekuatan umat oleh pemerintahan Jepang dengan membentuk kementrian Sumubu (Departemen Agama). Jepang meneruskan strategi yang dilakukan Belanda terhadap umat Islam. Ada seorang Jepang yang faham dengan Islam yaitu Kolonel Huri, ia memotong koordinasi ulama-ulama di pusat dengan di daerah, sehingga ulama-ulama di desa yang kurang informasi dan akibatnya membuat umat dapat terbodohi.

Pemerintahan pendudukan Jepang memberikan fasilitas untuk kemerdekaan Indonesia dengan membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan dilanjuti dengan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan lebih mengerucut lagi menjadi Panitia Sembilan, Panitia ini yang merumuskan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945. Piagram Jakarta merupakan konsensus tertinggi untuk menggambarkan adanya keragaman Bangsa Indonesia yang mencari suatu rumusan untuk hidup bersama. Tetapi ada kalimat yang kontroversi dalam piagam ini yaitu penghapusan “7 kata “ lengkapnya kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya yang terletak pada alinea keempat setelah kalimat Negara berdasarkan kepada Ketuhan Yang Maha Esa.

Babak kelima, abad 20 & 21.

Pada babak ini proses dakwah (Islamisasi) di Indonesia mempunyai ciri terjadinya globalisasi informasi dengan pengaruh-pengaruh gerakan Islam internasional secara efektif yang akan membangun kekuatan Islam lebih utuh yang meliputi segala dimensinya. Sebenarnya kalau saja Indonesia tidak terjajah maka proses Islamisasi di Indonesia akan berlangsung dengan damai karena bersifat kultural dan membangun kekuatan secara struktural. Hal ini karena awalnya masuknya Islam yang secara manusiawi, dapat membangun martabat masyarakat yang sebagian besar kaum sudra (kelompok struktur masyarakat terendah pada masa kerajaan) dan membangun ekonomi masyarakat. Sejarah membuktikan bahwa kota-kota pelabuhan (pusat perdagangan) yang merupakan kota-kota yang perekonomiannya berkembang baik adalah kota-kota muslim. Dengan kata lain Islam di Indonesia bila tidak terjadi penjajahan akan merupakan wilayah Islam yang terbesar dan terkuat. Walaupun demikian Allah mentakdirkan di Indonesia merupakan jumlah peduduk muslim terbesar di dunia, tetapi masih menjadi tanda tanya besar apakah kualitasnya sebanding dengan kuantitasnya.





Baca Selengkapnya...
Label:artikel 0 komentar |
Ibnu Zakariya Hasan

suatu Pusat Kajian di Eropa telah mengadakan survai seputar 20 sifat perempuan yang paling tidak disukai laki-laki. Survai ini diikuti oleh dua ribu (2000) peserta laki-laki dari beragam umur, beragam wawasan dan beragam tingkat pendidikan.

Survai itu menguatkan bahwa ada 13 sifat atau tipe perempuan yang tidak disukai laki-laki:

Pertama, perempuan yang kelaki-lakian, “mustarjalah” 

Perempuan tipe ini menempati urutan pertama dari sifat yang paling tidak disukai laki-laki. Padahal banyak perempuan terpandang berkeyakinan bahwa laki-laki mencintai perempuan “yang memiliki sifat perkasa”. Namun survai itu justru sebaliknya, bahwa para peserta survai dari kalangan laki-laki menguatkan bahwa perempuan seperti ini telah hilang sifat kewanitannya secara fitrah. Mereka menilai bahwa perangai itu tidak asli milik perempuan. Seperti sifat penunjukan diri lebih kuat secara fisik, sebagaimana mereka menyaingi laki-laki dalam berbagai bidang kerja, terutama bidang yang semestinya hanya untuk laki-laki… Mereka bersuara lantang menuntut haknya dalam dunia kepemimpinan dan jabatan tinggi! Sebagian besar pemuda yang ikut serta dalam survai ini mengaku tidak suka berhubungan dengan tipe perempuan seperti ini.

Kedua, perempuan yang tidak bisa menahan lisannya “Tsartsarah”

Tipe perempuan ini menempati urutan kedua dari sifat yang tidak disukai laki-laki, karena perempuan yang banyak omong dan tidak memberi kesempatan orang lain untuk berbicara, menyampaikan pendapatnya, umumnya lebih banyak memaksa dan egois. Karena itu kehidupan rumah tangga terancam tidak bisa bertahan lebih lama, bahkan berubah menjadi “neraka”.

Ketiga, perempuan materialistis “Maaddiyah”

Adalah tipe perempuan yang orientasi hidupnya hanya kebendaan dan materi. Segala sesuatu dinilai dengan harga dan uang. Tidak suka ada pengganti selain materi, meskipun ia lebih kaya dari suaminya.

Keempat, perempuan pemalas “muhmalah” 

Tipe perempuan ini menempati urutan keempat dari sifat perempuan yang tidak disukai laki-laki.

Kelima, perempuan bodoh “ghobiyyah”

Yaitu tipe perempuan yang tidak memiliki pendapat, tidak punya ide dan hanya bersikap pasif.

Keenam, perempuan pembohong “kadzibah”

Tipe perempuan yang tidak bisa dipercaya, suka berbohong, tidak berkata sebenarnya, baik menyangkut masalah serius, besar atau masalah sepele dan remah. Tipe perempuan ini sangat ditakuti laki-laki, karena tidak ada yang bisa dipercaya lagi dari segala sisinya, dan umumnya berkhianat terhadap suaminya.

Ketujuh, perempuan yang mengaku serba hebat “mutabahiyah”

Tipe perempuan ini selalu menyangka dirinya paling pintar, ia lebih hebat dibandingkan dengan lainnya, dibandingkan suaminya, anaknya, di tempat kerjanya, dan kedudukan materi lainnya…

Kedelapan, perempuan sok jagoan, tidak mau kalah dengan suaminya

Tipe perempuan yang selalu menunjukkan kekuatan fisiknya setiap saat.

Kesembilan, perempuan yang iri dengan perempuan lainnya.

Adalah tipe perempuan yang selalu menjelekkan perempuan lain.

Kesepuluh, perempuan murahan “mubtadzilah”

Tipe perempuan pasaran yang mengumbar omongannya, perilakunya, menggadaikan kehormatan dan kepribadiannya di tengah-tengah masyarakat.

Kesebelas, perempuan yang perasa “syadidah hasasiyyah”

Tipe perempuan seperti ini banyak menangis yang mengakibatkan laki-laki terpukul dan terpengaruh semenjak awal. Suami menjadi masyghul dengan sikap cengengnya.

Keduabelas, perempuan pencemburu yang berlebihan “ghayyur gira zaidah”

Sehingga menyebabkan kehidupan suaminya terperangkap dalam perselisihan, persengketaan tak berkesudahan.

Ketigabelas, perempuan fanatis “mumillah”

Model perempuan yang tidak mau menerima perubahan, nasehat dan masukan meskipun itu benar dan ia membutuhkannya. Ia tidak mau menerima perubahan dari suaminya atau anak-anaknya, baik dalam urusan pribadi atau urusan rumah tangganya secara umum. Model seperti ini memiliki kemampuan untuk nerimo dengan satu kata, satu cara, setiap harinya selama tiga puluh tahun, tanpa ada rasa jenuh! 

Ketika Laki-Laki Memilih

Dari hasil survai di Eropa itu, dikomparasikan dengan pendapat banyak kalangan dari para pemuda, para suami seputar hasil survai itu, maka bisa kita lihat pendapatnya sebagai berikut:

Sebut saja namanya Muhammad Yunus (36) tahun, menikah semenjak sebelas tahun, ia berkomentar:

“Saya sepakat dengan hasil survai itu. Terutama sifat “banyak omong dan malas”. Tidak ada sifat yang lebih jelek dari perilaku mengumbar omongan, tidak bisa menahan lisan, siang-malam dalam setiap perbincangan, baik berbincangan serius atau canda, menjadikan suaminya dalam kondisi sempit, dan marah, apalagi suaminya telah menjalankan pekerjaan berat di luar, di mana ia membutuhkan ketenangan dan kejernihan pikiran di rumah.

Saya baru mengetahui dari rekan saya yang memiliki istri model ini, tidak bisa menahan lisannya di setiap pembicaraan, setiap waktu dan dengan semua orang. Suaminya telah menasehatinya berulang kali, agar bisa menahan omongan, namun ia tidak menggubris nasehatnya sehingga berakhir dengan perceraian.

Pada umumnya model istri yang banyak omong, itu lebih pemalas di rumahnya. Bagaimana ia menggunakan waktu yang cukup untuk mengurus rumah tangga dan anak-anaknya, sedangkan ia sibuk ngobrol dengan para tetangga dan teman?!.

Jamil Abdul Hadi, sebut saja namanya begitu, insinyur berumur 34 tahun, menikah semenjak 9 tahun, ia berkomentar:

“Tidak ada yang lebih buruk dari model perempuan yang materialistis, selalu menuntut setiap saat, meskipun suaminya menuruti permintaannya, ia terus meminta dan menuntut!!

Tipe perempuan ini, sayangnya tidak mudah menerima perubahan menuju lebih baik, tidak gampang menyesuaikan diri dalam kehidupan apa adanya. Boleh jadi kondisi demikian berangkat dari asuhan semenjak kecilnya. Saya tidak diuji Allah dengan model perempuan seperti ini, namun justru saya diuji dengan istri perasa dan cengeng.

Dengan tertawa Mahmud as Sayyid menerima hasil survai ini, ia berkomentar:

“Demi Allah, sungguh menarik ada lembaga atau Pusat Study yang menggelar survai dengan pembahasan seputar ini. Survai ini meskipun memiki cara pandang dan penilaian yang berbeda-beda, namun terungkap bahwa cara pandang itu satu sama lain tidak saling bertentangan…”

Lain lagi dengan Mahmud, sebut saja begitu. Belum menikah, mahasiswa di universitas. Ia berujar tentang mimpinya, yaitu istri yang akan mendampinginya, ia mengharap:

“Pasti saya menginginkan tidak mendapatkan istri yang memiliki tipe sebagaimana hasil survai di atas. Tetapi mengingat tidak ada istri yang “sempurna”, karena itu saya masih mungkin menerima tipe perempuan di atas kecuali tipe perempuan pembohong. Istri pembohong akan lebih mudah mengkhianati, tidak menghormati hubungan suami-istri, tidak memelihara amanah, tidak bisa dipercaya. Setiap orang pada umumnya tidak menyenangi sifat bohong, baik laki-laki maupun perempuan itu sendiri. Karena akan berdampak negative pada anak-anaknya, karena anak-anak akan meniru dirinya!!.

Ketika ia ditanya tentang tipe perempuan “kelaki-lakian”. Perempuan yang menyerupai laki-laki dalam segala hal dan menyanginya dalam segala hal. Ia berkomentar:

“Tidak masalah berhubungan dengan istri tipe seperti ini, selagi sifat “kelaki-lakian” tidak mengalahkan dan mengibiri sifat aslinya. Selagi ia masih mengemban kerja dan tugas yang sesuai dengan tabiat perempuan, seperti nikah, mengandung, menyusui dan lainnya.”

“Perempuan “kuat” menurut saya akan mengetahui bagaimana ia mengurus kebutuhan dirinya, mengarahkan dan mengatur keluarga dan anak-anaknya. Akan tetapi segala sesuatu ada batasnya yang tidak boleh diterjangnya. Sebagaimana seorang perempuan tidak suka terhadap laki-laki yang “banci”, seperti berbicara dan berperilaku layaknya perempuan. Sebagaimana juga laki-laki tidak suka terhadap perempuan yang mengedepankan sifat kelaki-lakian… segala sesuatu ada batas ma’kulnya. Jika melampaui batas sewajarnya, yang terjadi adalah dampak negatif.

Tidak ada seorang istri yang “sempurna”. Dan memang ada berbedaan cara penilaian dan cara pandang antara laki-laki satu dengan laki-laki lain. Namun ada kaidah umum yang disepakati oleh samua. Yaitu menolak sikap bohong, penipu, sebagaimana yang disebutkan sebelumnya.”

Semoga tulisan ini menambah informasi dan pengalaman buat para istri dan calon istri. Dan tentunya bermanfaat bagi laki-laki, sehingga para suami mampu bermuasyarah atau berhubungan dengan istri-istrinya dengan cara makruf, sebagaimana yang digariskan dalam Al qur’an. Allah swt berfirman:

“Dan bergaullah dengan mereka (istri-istrimu) secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” Al Nisa’:19

Dan karena perempuan “syaqaiqur rijal” saudara kembar laki-laki, yang seharusnya saling mengisi dan menyempurnakan, untuk membangun “baiti jannati” sehingga keduanya mampu bersinergi untuk mewujudkan citanya itu dalam pengembaraan kehidupan ini. Allahu a’lam




Baca Selengkapnya...
Ibnu Zakariya Hasan

Mengungkapkan sejarah perjuangan Pergerakan Islam di Indonesia, sama pentingnya dengan mengungkapkan kebenaran. Sebab perjalanan sejarah gerakan ini telah banyak dimanipulasi, bahkan berusaha ditutup-tutupi oleh penguasa. Rezim orde lama dan kemudian orde baru, mengalami sukses besar dalam membohongi serta menyesatkan kaum muslimin khususnya, dan bangsa Indonesia umumnya dalam memahami sejarah masa lalu negeri ini.


Selama ini kita telah tertipu membaca buku-buku sejarah serta berbagai publikasi sejarah perjuangan umat Islam diIndonesia. Sukses besar yang diperoleh dua rezim penguasa di Indonesia dalam mendistorsi sejarah Darul Islam, adalah munculnya trauma politik di kalangan umat Islam. Hampir seluruh kaum muslimin di negeri ini, memiliki semangat untuk memperjuangkan agamanya, bahkan seringkali terjadi hiruk pikuk di ruang diskusi maupun seminar untuk hal tersebut. Tetapi begitu tiba-tiba memasuki pembicaraan menyangkut perlunya mendirikan Negara Islam, kita akan menyaksikan segera setelah itu mereka akan menghindar dan bungkam seribu bahasa.

Di masa akhir-akhir ini, bahkan semakin banyak tokoh-tokoh Islam yang menampakkan ketakutannya terhadap persoalan Negara Islam. Mantan Ketua Umum PBNU, K.H. Abdurrahman Wahid misalnya, secara terus terang bahkan mengatakan : "Musuh utama saya adalah Islam kanan, yaitu mereka yang menghendaki Indonesia berdasarkan Islam dan menginginkan berlakunya syari'at Islam". (Republika, 22 September 1998, hal. 2 kolom 5). Selanjutnya ia katakan : "Kita akan menerapkan sekularisme, tanpa mengatakan hal itu sekularisme".

Salah satu partai berasas Islam yang lahir di era reformasi ini, malah tidak bisa menyembunyikan ketakutannya sekalipun dibungkus dalam retorika melalui slogan gagah: "Kita tidak memerlukan negara Islam. Yang penting adalah negara yang Islami". Bahkan, dalam suatu pidato politik, presiden partai tersebut mengatakan: "Bagi kita tidak masalah, apakah pemimpin itu muslim atau bukan, yang penting dia mampu mengaplikasikan nilai-nilai universal seperti kejujuran dan keadilan".

Demikian besar ketakutan kaum muslimin terhadap issu negara Islam, melebihi ketakutan orang-orang kafir dan sekuler, sampai-sampai mereka tidak menyadari bahwa segala isme (faham) atau pun Ideologi di dunia ini berjuang meraih kekuasaan untuk mendirikan negara berdasarkan isme atau ideologi yang dianutnya.

Selama 32 tahun berkuasanya rezim Soeharto, sosialisasi tentang Negara Islam Indonesia seakan terhenti. Oleh karena itu adanya bedah buku atau pun terbitnya buku-buku yang mengungkapkan manipulasi sejarah ini, merupakan perbuatan luhur dalam meluruskan distorsi sejarah yang selama bertahun-tahun menjadi bagian dari khazanah sejarah bangsa.

Sejak berdirinya Republik Indonesia, rakyat negeri umumnya, telah ditipu oleh penguasa, hingga saat sekarang. Umat Islam yang menduduki jumlah mayoritas telah disesatkan pemahaman sejarah perjuangan Islam itu sendiri. Sudah seharusnya, di masa reformasi ini, umat Islam menyadari bahwa di Indonesia pernah ada suatu gerakan anak bangsa yang berusaha membangun supremasi Islam, yaitu Negara Islam Indonesia yang berhasil diproklamasikan, 7 Agustus 1949, dan berhasil mempertahankan eksistensinya hingga 13 tahun lamanya (1949-1962). Namun rezim yang berkuasa telah memanipulasi sejarah tersebut dengan seenaknya, sehingga umat Islam sendiri tidak mengenal dengan jelas sejarah masa lalunya.

As-Syahid Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, adalah sebuah nama yang cukup problematis dan kontroversial di negara Indonesia, dari dulu hingga saat ini. Bahwa dia dikenal sebagai pemberontak, harus kita luruskan. Bukan saja demi membetulkan fakta sejarah yang keliru atau sengaja dikelirukan, tetapi juga supaya kezaliman sejarah tidak terus berlanjut terhadap seorang tokoh yang seharusnya dihormati.

Semasa Orla berkuasa (1947-1949) yang merupakan puncaknya perjuangan Negara Islam Indonesia, SM. Kartosuwiryo memang dikenal sebagai pemberontak. Tetapi fakta yang sebenarnya adalah, Kartosuwiryo sesungguhnya tokoh penyelamat bagi bangsa Indonesia, lebih dari apa yang dilakukan oleh Soekarno dan tokoh tokoh nasionalis lainnya.

Pada waktu Soekarno bersama tentara Republik pindah ke Yogyakarta sebagai akibat dari perjanjian Renville, yang menyebutkan bahwa wilayah Indonesia hanya tinggal Yogya dan sekitamya saja, dan wilayah yang masih tersisa itu pun, dipersengketakan antara Belanda dan Indonesia, sehingga pada waktu itu nyaris Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah tidak ada lagi. Dan yang ada hanyalah negara-negara serikat, baik yang sudah terbentuk, atau pun yang masih dalam proses melengkapi syarat-syarat kenegaraan. Seperti Jawa Barat, ketika itu dianjurkan oleh Belanda supaya membentuk Negara Pasundan, namun belum terbentuk sama sekali, karena belum adanya kelengkapan kenegaraan.

Ketika segala peristiwa yang telah disebutkan di atas, menggelayuti atmosfir politik Nusantara, pada saat itu Indonesia dalam keadaan vacuum of power. Pada saat itulah, Soekarno memerintahkan semua pasukan untuk pindah ke Yogyakarta berdasarkan perjanjian Renville. Guna memberi legitimasi Islami, dan untuk rnenipu umat Islam Indonesia dalam memindahkan pasukan ke Yogya, Soekarno telah memanipuiasi terminologi al-Qur'an dengan menggunakan istilah "Hijrah" untuk menyebut pindahnya pasukan Republik, sehingga nampak Islami dan tidak terkesan melarikan diri. Namun S.M. Kartosuwiryo dengan pasukannya tidak mudah tertipu, dan menolak untuk pindah ke Yogya. Bahkan bersama pasukannya, ia berusaha mempertahankan wilayah jawa Barat, dan menamakan Soekarno dan pasukannya sebagai pasukan liar yang kabur dari medan perang.

Jauh sebelum kemerdekaan, yaitu pada tahun 1930-an, istilah"hijrah" sudah pernah diperkenalkan, dan dipergunakan. sebagai metode perjuangan modern yang brillian oleh S.M. Kartosuwiryo, berdasarkan tafsirnya terhadap sirah Nabawiyah. Ketika itu, pada tahun 1934 telah muncul dua metode perjuangan yaitu cooperatif dan non cooperatif. Metode non cooperatif, artinya tidak mau masuk ke dalam parlemen dan bekerja sama dengan pemerintah Belanda namun bersifat pasif, tidak berusaha menghadapi penguasa yang ada. Metode ini sebenarnya dipengaruhi oleh politik SWADESI, politik Mahatma Gandhi dari India. Lalu muncullah S.M. Kartosuwiryo dengan metode Hijrah (baca tentang Hijrah), sebuah metode sesuai dengan metode Rosulullah Saw, Yakfur bit thaghut wa yukmin billahi (baca tentang thaghut), berusaha untuk melawan kekuatan penjajah kafir.

Akan tetapi, pada waktu itu, metode ini dikecam keras oleh Agus Salim, karena menganggap S.M. Kartosuwiryo menerapkan metode hijrah ini di dalam suatu masyarakat yang belum melek politik. Sehingga ia kemudian berusaha menanamkan politik dan metode hijrah itu kepada anggota PSII pada khususnya. Dengan harapan setelah memahami politik, mereka mau menggunakan metode ini, karena paham politik sangat penting. Namun, Agus Salim menolaknya, karena ia tidak setuju dengan politik tersebut.

Menurutnya rakyat atau anggota partai hanyalah boleh mengetahui masalah mekanisme organisasi tanpa mengetahui konstelasi politik yang sedang berlangsung, dan hanya elit pemimpin saja yang boleh mengetahui. Sedangkan "hijrah" adalah berusaha menarik diri dari perdebatan politik kufur, kemudian berusaha membentuk barisan tersendiri dan berusaha dengan kekuatan sendiri untuk mengantisipasi sistem perjuangan yang tidak cukup progresif dan tidak Islami. Faktor inilah yang menjadi awal perpecahan PSII, yaitu melahirkan PSII Hijrah yang memakai metode hijrah seperti halnya Rosulullah Saw dalam berjuang menegakan pemerintah Islam Madinah dan PSII Penyadar yang dipimpin Agus Salim.

Walaupun metode Hijrah, bagi sebagian tokoh politik saat itu, terlihat mustahil untuk digunakan sebagai metode perjuangan, namun ternyata dapat berjalan efektif pada tahun 1949 dengan terbentuknya Negara Islam Indonesia yang diproklamasikan dibawah bendera Bismillahirrahmaniirrahim. Sehingga pantaslah, jika kita tidak memperhatikan rangkaian sejarah sebelumnya secara seksama, memunculkan anggapan bahwa berdirinya Negara Islam Indonesia berarti adanya negara di dalam negara, karena Proklamasi RI pada tahun 1945 telah lebih dahulu dilakukan.

Namun sebenamya jika kita memahami sejarah secara benar dan adil, maka kedudukan Negara Islam Indonesia dan RI adalah negara dengan negara. Karena negara RI hanya tinggal wilayah Yogyakarta waktu itu, sementara Negara Islam Indonesia berada di Jawa Barat dan mengalami ekspansi (pemekaran) wilayah. Daerah Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Aceh mendukung berdirinya Negara Islam Indonesia. Dan dukungan itu bukan hanya berupa pernyataan atau retorika belaka, tapi ikut bergabung secara revolusional. Barangkakali benar, bahwa Negara Islam Indonesia adalah satu-satunya pergerakan rakyat yang disambut demikian meriah di beberapa daerah di indonesia.

Melihat sambutan yang gemilang hangat dari saudara muslim lainnya, maka rezim Soekarno berusaha untuk menghambat tegaknya Negara Islam Indonesia bersama A.H. Nasuion, seorang tokoh militer beragama Islam yang dibanggakan hingga sekarang, tetapi ternyata mempunyai kontribusi yang negatif dalam perkembangan Negara Islam Indonesia. Dia bersama Soekarno berusaha menutupi segala hal yang memungkinkan S.M. Kartosuwiryo dan Negara lslam Indonesia kembali terangkat dalam masyarakat, seperti penyembunyian tempat eksekusi dan makam mujahid Islam tersebut.

Nampaklah sekarang bahwa sebenarnya penguasa Orla dan Orba, telah melakukan kejahatan politik dan sejarah sekaligus, yang dosanya sangat besar yang rasanya sulit untuk dimaafkan. Mungkin bisa diumpamakan, hampir sama dengan dosa syirik dalam pengertian agama, yang merupakan dosa terbesar dalam Islam. Karena prilaku politik yang mereka pertontonkan, telah menyesatkan masyarakat dalam memahami sejarah perjuangan Islam di Indonesia dengan sebenarnya. Berbagai rekayasa politik untuk memanipulasi sejarah telah dilakukan sampai hal yang sekecil-kecilnya mengenai perjuangan serta pribadi S.M. Kartosuwiryo. Seperti pengubahan data keluarganya, tanggal dan tahun lahirnya. Semua itu ditujukan agar SMK dan Negara Islam Indonesia jauh dari ingatan masyarakat.

Sekalipun demikian, S.M. Kartosuwiryo tidak berusaha membalas tindakan dzalim pemerintah RI. Pernah suatu ketika Mahkamah Agung (Mahadper) menawarkan untuk mengajukan permohonan grasi (pengampunan) kepada presiden Soekarno, supaya hukuman mati yang telah dijatuhkan kepadanya dibatalkan, namun dengan sikap ksatria ia menjawab," Saya tidak akan pernah meminta ampun kepada manusia yang bernama Soekarno".

Kenyataan ini pun telah dimanipulasi. Menurut Holk H. Dengel dalam bukunya berbahasa Jerman, dan dalam terjemahan Indonesia berjudul: "Darul Islam dan Kartosuwiryo, Angan-angan yang gagal", mengakui bahwa telah terjadi manipulasi data sejarah berkenaan dengan sikap Kartosuwiryo menghadapi tawaran grasi tersebut. Tokoh sekaliber Kartosuwiryo tidak mungkin minta maaf, namun ketika kita baca dalam terjemahannya yang diterbitkan oleh Sinar Harapan telah diubah sebaliknya, bahwa Kartosuwiryo meminta ampun kepada Soekamo, dan kita tahu Sinar Harapan adalah bagian dari kekuatan Kristen yang bahu -membahu dengan penguasa sekuler dalam mendistorsi sejarah Islam.

Dalam majalah Tempo 1983, pernah dimuat kisah seorang petugas eksekusi S.M. Kartosuwiryo, yang menggambarkan sikap ketidak pedulian Kartosuwiryo atas keputusan yang ditetapkan Mahadper RI kepadanya. Ia mengatakan bahwa 3 hari sebelum hukuman mati dilaksanakan, Kartosuwiryo tertidur nyenyak, padahal petugas eksekusinya tidak bisa tidur sejak 3 hari sebelum pelaksanaan hukuman mati. Dari sinilah akhirnya diketahui kemudian dimana pusara Kartosuwiryo berada, yaitu di pulau Seribu.

Usaha untuk mengungkapkan manipulasi sejarah adalah sangat berat. Satu di antara fakta sejarah yang dimanipulasi, adalah untuk mengungkap kebenaran tuduhan teks proklamasi dan UUD Negara Islam Indonesia adalah jiplakan dari proklamasi Soekarno-Hatta. Yang sebenamya terjadi justru kebalikannya.

Ketika Hiroshima dan Nagasaki di bom (6 - 9 Mei 1945) S.M. Kartosuwiryo sudah tahu melalui berita radio, sehingga ia berusaha memanfaatkan peluang ini untuk sosialisasi proklamasi Negara Islam Indonesia. Ia datang ke Jakarta bersama pasukan Hizbullah dan mengumpulkan massa guna mensosialisasikan kemungkinan berdirinya Negara Islam Indonesia, dan rancangan konsep proklamasi Negara Islam lndonesia kepada masyarakat. Sebagai seorang tokoh nasional yang pernah ditawari sebagai menteri pertahanan muda yang kemudian ditolaknya, melakukan hal ini tentu bukan perkara sulit. Salah satu di antara massa yang hadir dalam pertemuan tersebut adalah Sukarni dan Ahmad Subarjo.

Mengetahui banyaknya dukungan terhadap sosialisasi ini, mereka menculik Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok agar mempercepat proklamasi RI sehingga Negara Islam Indonesia tidak jadi tegak. Bahkan dalam bukunya, Holk H. Dengel menyebutkan tanggal 14 Agustus 1945 Negara Islam Indonesia telah di proklamirkan, tetapi yang sebenarnya baru sosialisasi saja. Ketika di Rengasdengklok Soekamo menanyakan kepada Ahmad Soebardjo, sebagaimana ditulis Mr. Ahmad Soebardjo dalam bukunya "Lahirnya Republik Indonesia".

Pertanyaan Soekarno itu adalah: "Masih ingatkah saudara, teks dari bab Pembukaan Undang-Undang Dasar kita ?"

"Ya saya ingat, saya menjawab,"Tetapi tidak lengkap seluruhnya".

"Tidak mengapa," Soekarno bilang, "Kita hanya memerlukan kalimat-kalimat yang menyangkut Proklamasi dan bukan seluruh teksnya".

Soekarno kemudian mengambil secarik kertas dan menuliskan sesuai dengan apa yang saya ucapkan sebagai berikut : "Kami rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan".

Jika kesaksian Ahmad Soebardjo ini benar, jelas tidak masuk akal, karena kita tahu bahwa UUD 1945 baru disahkan dan disetujui tanggal 18 Agustus 1945 setelah proklamasi. Sehingga pertanyaan yang benar semestinya adalah, "Masih ingatkah saudara akan sosialisasi proklamasi Negara Islam Indonesia?" Maka wajarlah jika naskah Proklamasi RI yang asli terdapat banyak coretan. Jelaslah bahwa ternyata Soekarno-Hatta yang menjiplak konsep naskah proklamasi Negara Islam Indonesia, dan bukan sebaliknya. Memang sedikit sejarawan yang mengetahui mengenai kebenaran sejarah ini. Di antara yang sedikit itu adalah Ahmad Mansyur Suryanegara, beliau pernah mengatakan bahwa S.M. Kartosuwiryo pernah datang ke Jakarta pada awal Agustus 1945 bersama pasukan Hizbullah dan Sabilillah.

"Sebenarnya, sebelum hari-hari menjelang proklamasi RI tanggal 17 Agustus 1945, Kartosuwiryo telah lebih dahulu menebar aroma deklarasi kemerdekaan Islam, ketika kedatangannya pada awal bulan Agustus setelah mengetahui bahwa perseteruan antara Jepang dan Amerika memuncak dan menjadi bumerang bagi Jepang. Ia datang ke Jakarta bersama dengan beberapa orang pasukan laskar Hisbullah, dan segera bertemu dengan beberapa elit pergerakan atau kaum nasionalis untuk memperbincangkan peluang yang mesti diambil guna mengakhiri dan sekaligus mengubah determinisme sejarah rakyat Indonesia.

Untuk memahami mengapa pada tanggal 16 Agustus pagi Hatta dan Soekamo tidak dapat ditemukan di Jakarta, kiranya Historical enquiry berikut ini perlu diajukan : Mengapa Soekarno dan Hatta mesti menghindar begitu jauh ke Rengasdengklok padahal Jepang memang sangat menyetujui persiapan kemerdekaan Indonesia? Mengapa ketika Soebardjo ditanya Soekarno, apakah kamu ingat pembukaan Piagam Jakarta ? Mengapa jawaban yang diberikan dimulai dengan kami bangsa Indonesia ...?

Bukankah itu sesungguhnya adalah rancangan Proklamasi yang sudah dipersiapkan Kartosuwiryo pada tanggal 13 dan 14 Agustus 1945 kepada mereka ? Pada malam harinya mereka telah dibawa oleh para pemimpin pemuda, yaitu Soekarni dan Ahmad Soebardjo, ke garnisun PETA di Rengasdengklok, sebuah kota kecil yang terletak di sebelah barat kota Karawang, dengan dalih melindungi mereka bilamana meletus suatu pemberontakan PETA dan HEIHO. Ternyata tidak terjadi suatu pemberontakan pun, sehingga Soekamo dan Hatta segera menyadari bahwa kejadian ini merupakan suatu usaha memaksa mereka supaya menyatakan kemerdekaan di luar rencana pihak Jepang, tujuan ini mereka tolak.

Laksamana Maida mengirim kabar bahwa jika mereka dikembalikan dengan selamat maka dia dapat mengatur agar pihak Jepang tidak menghiraukan bilamana kemerdekaan dicanangkan. Mereka mempersiapkan naskah proklamasi hanya berdasarkan ingatan tentang konsep proklamasi Islam yang dipersiapkan SM. Kartosuwiryo pada awal bulan Agustus 1945. Maka, seingat Soekarni dan Ahmad Soebardjo, naskah itu didasarkan pada bayang-bayang konsep proklamasi dari S.M. Kartosuwiryo, bukan pada konsep pembukaan UUD 1945 yang dibuat oleh BPUPKI atau PPKI." (Al Chaidar, Pengantar Pemikiran Politik Proklamator Negara Isalam Indonesia S.M. Kartosoewirjo, hal. 65, Pen. Darul Falah, Jakarta).

Demikianlah, berbagai manipulasi sejarah yang ditimpakan kepada Darul Islam dan pemimpinnya, sedikit demi sedikit mulai tersibak, sehingga dengan ini diharapkan dapat membuka cakrawala berfikir dan membangun kesadaran historis para pembaca. Lebih dari itu, upaya mengungkap manipulasi sejarah Negara Islam Indonesia yang dilakukan semasa orla dan orba oleh para sejarawan merupakan suatu keberanian yang patut didukung, supaya pembaca mendapatkan informasi yang berimbang dari apa yang selama ini berkembang luas.

Kami bersyukur kepada Allah Malikurrahman atas antusiame generasi muda Islam dalam menerima informasi yang benar dan obyektif mengenai sejarah perjuangan menegakkan Negara Islam dan berlakunya syari'at Islam di negeri ini. Semoga Allah memberi hidayah dan kekuatan kepada kita semua, sehingga perjuangan menjadikan hukum Allah sebagai satu-satunya sumber dari segala sumber hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara segera terwujud di Indonesia yang, menurut sensus adalah negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam. Amin, Ya Arhamar Rahimin !

sumber : madinahku.blospot.com




Baca Selengkapnya...
Label:artikel 0 komentar |