beginilah
pejuang membanting tulang-tulangnya..
memutus semua urat malunya...
menatap panjang pada sebuah arti kata..:
perjuangan'
harapan'
impian'
dan senyum lepas dari kekasihnya..
Baca Selengkapnya...
Salam pecinta sastra…, ehem..ehem…puisi lagi..puisi lagi…
Semoga aja ga bosen ma blog gw.. puisi dibawah ini adalah
Sajak-sajak lama jamannye gw muda dulu..( kaya dah tua aje sekarang ), but its oke lah
Masih menggigit.
Berbentuk angan…
Kubuat kau menangis lagi…
Haru selalu
Dan selalu aku yang ciptakan
Kehidupan ini memang tak semudah yang dibayangkan
Banyak air mata…banyak duka
Dan duka itu kuciptakan lagi
Mengganggu tidurmu
Alirkan pilu
Ahg..
Apa bisa…?!
Aku nanti membeli rumah
Tempat dimana kita berteduh
Apa mungkin…?!
Aku membeli mobil mewah
Biar kau tak menghirup debu jalanan
Biar bajumu tak basah oleh hujan
Apa mungkin…
Itu..
Menggantung..
Masih berbentuk anggan
Hanya berharap
Tuhan berbelas kasihan..
Maafkan aku
Walau kau bosan dengarkan aku..
Dengarkanlah…
Ada saat mengenai bahagia
Ada saat mengenai duka
Begitu banyak cerita
Dan telah kita rasakan bersama
Begitu banyak air mata
Dan itu selalu aku yang cipta
Maafkan aku…
Maafkan aku…
Bekasi, 2 maret 06
Isi hati January
Ini tangan’
Kuangkat sampai pusaranya
Ini air’
Biarkan mengalir dan menghujam..
Begitu keruh..
Sampai istriku bilang:
“ sudahlah sayang Bangkit dan terjang! “
Hidup memang pelik
Itu ujian..
Tak ada nasi di nampan
Tak ada uang
Tapi semangat tak boleh
Mati dibuang..!!
Mi
Tak terasa sudah
kini usia menyapa ummi
Tentunya ummi gembira dan
bersyukur karna
Sampai hari ini
ummi masih bisa tersenyum indah.
Menatap anak-anak ummi,
berbakti pada abi
Dan berusaha senantiasa
bertaqwa pada Ilahi
Mi
Walau usia kian merenggut
kecantikan ummi
Namun cermin di tannganku ini
akan tetap berkata bahwa ummi-lah
yang teristimewa
Yang selalu sabar menghadapi
perihnya hidup
Dan tak kenal lelah
menaburkan kasih sayang
Untuk anak-anaknya
Mi
Jangan bercermin pada kaca
Walau ada rambut putih di kepala ummi
Walau ada kerut di wajah ummi
Namun rasanya hati ummi kian indah
Seindah ketulusan ummi merawat kami
Seindah lembayung senja di langit kasturi
Mi
Selamat ulang tahun..!!!
Di hari ini ku do’a-kan agar ummi senantiasa
Dalam lindungannya.
Bekasi, Juli 2005
Sedikit Curhat…, Minggu, 31 mei 2009. CeriTaNya.. seh pengen refresing. Nagajak bini ma anak jalan –jalan sekalian belanja voucher. ( stop!: sbg informasi… gw tukang pulsa+ tukang hp ). Suatu rutinitas yg biasanya gw lakuin sendiri.. sekarang di temenin ma bini gw dan anak bayi gw yang guantengnya…. Banget…banget, ya.. sedikit diatas levelnya Nicolas lah.. he..he…
Nah.. di mal yang gw kunjungi… ceritanya lagi ada acara undian berhadiah… dengan syarat harus belanja dulu lebih dari 100rb di salah satu kios di mal itu. Tehknisnya ga ribet… cukup nunjukin bon pembelian, trus… kita masuk ke suatu ruang kaca yang disitu nantinya akan ada hujan kupon yang bisa di tukerin ma duit…. Bentar dulu… pada boring ga she baca cerita gw???
Kalo ga? Gw terusin deh…, simpelnya gw ikutan… tuh acara… ngisi form, dan siap beraksi nangkepin kupon- kupon berhadiah yang beterbangan di ruang kaca itu…, tapi… gokilnya gw kepedean duluan bakal masuk ruang kaca itu… sampe-sampe gw bilang ke anak gw.
.” liat lip…ayah akan tangkepin kupon-kupon itu sebanyak mungkin….., alief ma bunda mau…dibeliin apa??...”. kata gw dengan suara lantang bak panci jatoh ketendang. Bini gw mesem-mesem…, nah si mbak..mbak… yang tukang ngurusin neh acarapun ketawa ngedenger gw ngomong gitu.
Abis nulis form… tau-tau… si mbak yang ngurusin acaranya pun menyodorkan ember berisi gulungan kertas yang di lapis sedotan… lumayan banyak lagi… nah gw jadi bingung…
“ maaf mas… tolong ambil ini dulu….”. kata tuh mbak-mbak..
“ apa neh mbak??”. Tanya gw terheran-heran.
“ jadi sebelom masuk ke sana… harus ngambil ini dulu…”kata si mbak lagi sambil nunjuk ruang kaca pemberi rezeki itu… nahlo…nahlo…
“jadi prosedurnya begitu..mbak..??”.tanya gw lagi terbego-bego.. pantes tuh mbak nyengir kambing waktu gw bilang gw bakal teraktir bini ma anak gw kalo gw .dapet rezeki nanti.
Abis itu gw ambil… satu gulungan kertas diri ember itu… dan….??@@##$$%#%^^$
HUFF.. isi nya ANDA BELOM BERUNTUNG.., wah.. suwe…sekali.. bini gw ketawa aja lagi dari tadi.
“ Maaf mas… Anda Belom Beruntung…sebagai hadiah hiburan.. saya beri payung ini..”
huff… sungguh menyakitkan rasanya diberi hadiah hiburan ini… di tambah diiringi ketawa bini gw ma mbak-mabak tadi…, BUT… gw cukup bersyukur atas kejadian ini.
HIKMAH YG DAPAT KITA AMBIL DARI KISAH INI:
1. jangan over confidence klo belom jelas prosedurnya
2. sangat menambah kesabaran
3. melatih agar kita dapat berlapang dada
4. alhamdulillah dapet payung…. Kebetulan gw ga punya payung
Halo sobat smua, mungkin kita pernah merasa putus asa ato bingung dalam menjalankan hidup ini, terkadang kita perlu sebuah pesan motivasi supaya kita lebih tau tujuan hidup kita akan mengarah kemana(sok tau mode ON)...Nah saya ada sedikit info tentang kumpulan motivasi dari Mario Teguh yang mungkin sedikit banyak memberi masukan buat anda...
Oleh: Ibnu Zakariya Hasan
Aku merundung dalam pekatku. Ini langit tanpa cahaya. Bintang disana tak berguna, buang saja..!!!. seraya di sayat hatiku penuh gelap. Atap-atap tempatku berteduh masih memberi hujan. Badan ini basah tak karuan. Kasur kapuk penuh debu. Ibu tak berani mencucinya. Sprei ini zha yang pasang. Jadi ku keramatkan saja. Di bawah ranjang ada piring-piring kotor berserakan. Itu bekas kemarin aku makan. Ibu yang mengantarkan. seperti biasa, ia bawa dan hanya sesekali aku makan.
oleh: Ragdi F. Daye
“Pikiran saya sedang di pantai. Rozar mau bunuh diri.”
Serbet warna putih itu bergeser di atas meja lapis kaca.
Tangan berjemari kecil-kecil mengambil. Membaca baris kata. Memandang wajah risau di depannya seraya menghembuskan napas. Ada apa, Dik?
Hiru
Hujan teramat jahat. Saya menggigil di lobi hotel Permindo. Uni datang dari Jakarta. Tapi saya tidak punya rasa gembira. Saya tidak menjemput ke Bandara Tabing. Ke hotel ini pun terpaksa karena tadi Uni kirim pesan: Temui Uni malam ini pukul setengah delapan. Penting. Tentang masa depanmu.
Bukan apa-apa.
Saya sedang tidak gembira.
Saya sedang rusuh. Rozar saya tinggalkan di Bungus. Kemah Bakti Mahasiswa. Ia depresi. Frustasi oleh luka-luka yang disayatkan oleh orang yang dipercayanya.
Saya terpaksa meninggalkannya gara-gara Uni datang. Kenapa Uni ke Padang pada saat saya susah untuk merasa bahagia.
Asmarani
Wajahnya basah. Aku bingung. Tak menyangka kalau orang yang disebut-sebut Pak Yak itu ternyata hanya seorang pemurung. Ia cuma menekur atau membuang pandang ke relung-relung berhias motif etnik.
“Dia penulis biografi berbakat. Amat pandai menjalin perjalanan hidup seseorang sehingga begitu hidup dan dramatis. Ada beberapa orang tokoh yang setuju dibuatkan biografinya oleh Hiru.”
Aku diperintahkan untuk menyempatkan diri menemuinya dalam perjalanan tugas di kampung halaman, Sumatera Barat. Penerbit tempatku bekerja mau mengontraknya.
“Bagaimana kalau kita cari tempat yang cukup nyaman untuk ngobrol?”
Kami keluar dari hotel. Ia cuma mengangkat bahu ketika kuajak memasuki restoran siap saji.
Hiru
“Aku terluka, Hiru.”
Pantai Bungus begitu teduh. Tapi laut di mata Rozar bergemuruh. Ia mengulangi kata-katanya. Keluh kesah sebagai penyesalan tak putus-putus. Telah sejak kemarin saya dijadikannya tong sampah. Bertambah-tambah kemarahannya dimuntahkan dari mulut. “Ia menipuku dengan baik-baik.”
Tentang Serga, datang dari Jakarta bawa kabar gembira. Kita bangun dunia audio visual di Sumbar. Memproduksi film-film dokumenter, atau apa, mari berkarya. Kita adakan pelatihan terlebih dahulu. Workshop. Cerita Rozar. Setelah hari-hari pontang-panting yang meletihkan itu, Serga balik ke Jakarta. Diam-diam. Setelah mengantongi selembar surat kerja sama dengan seorang pengusaha. Akan membuat film. Tanpa bicara. Sendiri mengemasi. Tanpa melibatkan kelompok panitia sama sekali.
“Aku terlalu tolol percaya bulat-bulat pada orang kalapia itu!”
Perasaan malu akibat tertipu, itu yang meninjunya.
“Perlukah kita ke pengadilan?” Saya ikut-ikutan gusar. Membanting buah ketaping yang gugur muda ke laut. Terapung-apung. “Ini penipuan!”
“Aku terlalu tolol! Bisa-bisanya dibodohi.” Rozar mencengkram pasir. Meremukkan. Aku telah mempermalukan kawan-kawan!” Rozar tegak. Lalu turun ke laut. Mengaum sambil mencabik-cabik ombak.
“Rozar!”
Saya terjun segera. Membetot tubuhnya yang melejang-lejang dengan kegeraman yang sempurna.
Lokasi perkemahan gempar.
Anak-anak baru telanjur tahu.
Dikira Rozar, ketua panitia, kesurupan. Dukun kampung langsung datang. Rozar menendang tempurung berisi kemenyan. Ia marah-marah. “Aku akan ke Jakarta! Merobek mulutnya yang pandai berjanji-janji. Atau aku mati saja di laut!”
Sampai hampir Maghrib.
Sampai SMS itu nongol membuat saya mau tak mau bertolak ke Padang karena menyangkut masa depan. Saya meninggalkan Rozar setelah menyumpal telinganya dengan serentatan kata-kata.
“Kamu jangan berbuat lebih bodoh! Apa kata anak-anak baru itu! Senior stres! Mau ditaruh di mana muka. Tidak bisa memenej konflik. Tidak lucu bila semuanya tahu masalah ini! Saya mau ke Padang, nanti malam balik lagi.”
Hati saya berat meninggalkan Rozar.
Saya merasa ia butuh saya.
“Hiru...! Hiru!”
Saya gelagapan ketika sebelah tangan melambai-lambai di depan mata saya.
“Bagaimana? Kamu bisa ikut ke Jakarta Rabu besok?”
“Apa, Ni?”
Asmarani
Kalau tak mengingat rekomendasi dari Pak Yak, barangkali telah kutinggal pergi anak itu. Sedang bicara serius bisa-bisanya melamun. Apakah baginya tawaran kontrak ini sesuatu yang sepele? Tidak sopan sekali!
“Kesempatan ini belum tentu akan datang dua kali, Hiru!”
Ia menatapku. Lurus. Lama.
Aku jadi rikuh. “Maaf, Uni tak mengancam.”
Tapi mata itu terus menikam tajam.
“Ada yang kamu keberatan? Masalah royalti? Atau akomodasimu ke kantor pusat, tenang...”
Hiru
Saya melepaskan pandang dari matanya. Ia telah menyerah. Saya pandang kaca. melihat ke luar. Orang-orang dan kendaraan-kendaraan disiram hujan. Permindo mengabur. Saya mungkin terlalu sensitif.
Laki-laki baik hati bernama Serga itu mengontak Rozar pertama kalinya juga dengan begitu arif bijaksana.
“Saya mau buka cabang di Padang. Sebagai langkah awal kita adakan rekrutmen, kemudian wokshop dan pembekalan pengurus. Setelah itu mulai berproduksi. Kamu bisa coba-coba bikin skenario. Nanti kita kerjakan bersama. Dananya ada. Oke, kan?”
Rozar yang punya impian pun menggalang teman-temannya membentuk panitia—saya kebetulan tidak terpikat pada bidang itu—dan menyelenggarakan acara yang lumayan sukses dengan susah payah.
Tapi Serga pergi begitu saja. Setelah dapat order sekian juta. Buat film pesanan. Rozan dan teman-teman gigit jari, padahal orang-orang telah (diberi) tahu bahwa mereka akan membuat film bersama orang film ternama dari Jakarta.
Maka saya jadi meragukan mulut yang berkotek-kotek merdu di depan saya. Tidakkah perempuan rancak ini juga seorang penipu yang pintar bersopan-santun?
Asmarani
Aku jadi jengkel.
Tatapannya kurang ajar. Seperti mencibir.
Menangkal gerah kukudap keripik pedas-manis di piring pipih.
“Ada masalah?”
Ia meraih serbet. Membuka lipatannya. Mengambil pena dari tas. Menoreh kertas lembut itu dengan ujung bertinta. Lantas menggesernya ke dekat tanganku tanpa bercakap sepotong pun.
“Siapa Rozar?” Aku selesai membaca.
“Untuk apa kamu tahu?” Kamu. Bukan 'uni' seperti sebelumnya.
“Kenapa ia mau bunuh diri?”
Mukanya merah. Tangannya menumbuk meja. Retak.
“Pertemuan ini omong kosong saja, bukan? Apa misi kamu dengan memanfaatkan saya? Cari uang untuk apa?!”
“Hiru, saya tidak mengerti!”
“Kamu penipu, bukan?!”
“Apa maksudmu?!”
“Sudahlah! Saya tidak punya waktu untuk melanjutkan omong kosong ini!”
“Hiru!”
Ia berlari ke pintu. Mendorong pramusaji hingga terjuangkal. Ke luar menerobos hujan.
Murka, aku duduk terhenyak. Memencet keyboar HP keras-keras. SMS ke Pak Yak.
“ANAK ITU GILA!”
Hiru
Saya berlari di Permindo yang basah.
Hati saya seperti dicucuk oleh rasa sedih dan muak yang begitu semesta. Rozar yang dikhianati. Kenapa saya meninggalkannya. Hanya untuk obsesi saya. Apa sikap saya tidak tolol pula?
Rozar. Rozar! Maafkan saya!
Saya berlari mencari angkutan umum biru tua 407.
Saya harus segera ke Pantai Bungus.
Swing...! Swing...!
“Ya, halo!”
“Hiru di mana kamu?!”
Azwar!
“Ada apa?!”
“Rozar, dia...”
Tubuh saya merapuh. Saya terjatuh.
2 Oktober, malam setelah hujan
Melewati Permindo yang selalu ramai, saya menyempatkan berdiri di seberang resto yang berdampingan dengan hotel itu. Dada saya menggigil. Di tepi jalan itu setahun lalu saya terjatuh dan menangis.
Saya remas bungkusan kenang-kenangan acara bedah buku biografi Gamawan Fauzi yang akhirnya saya tulis juga dengan setengah hati.
Saya masih susah memaklumi tindakan saya hari itu.
Meninggalkan Rozar.
“Aku terluka, Hiru.”
Saya pergi
Dan Azwar menelpon saya, malam itu. “Hiru, Rozar tenggelam!”
Dada saya sesak.
Kembali.
Tubuh saya merapuh. Saya terjatuh.
Padang, Oktober 2004
oleh: Abdul Razak M.H. Pulo
Bertahun-tahun aku dikuasai cahaya hijau. Ia makhluk berbentuk tak beraturan dengan cakar-cakar baja yang setiap saat mencengkram tubuhku. Melumat perasaanku. Menguasai pikiranku. Bisikannya tak kuasa kubendung. Bisikannya menghantam imajinasiku, bahkan mengalahkan egoku. Tergeletak aku dalam dunia ciptaan bayang-bayangnya. Malam seolah tak berganti siang. Kehangatan membeku. Ceria dirundung derita. Di sekelilingku selalu remang-remang laksana senja kala di penghujung musim hujan.
Letusan bedil sahut-sahutan bagai lolongan serigala di bawah bayangan bulan purnama. Berdesing-desing peluru, memendar percikan api bagai kepingan-kepingan emas yang melesat di udara. Teriakan-teriakan seakan menjembol gendang telinga. Rintihan teman di sampingku, teman karibku, menghujam perasaan paling sensitif yang aku punya. Aku tiarap. Meraih tangannya. Dia mati! Darah tergenang dalam lubang-lubang bekas jejak sepatu: kental, pekat.
Ada Cerita Dibalik Foto...
by: Alief Imut
Ayah, Bunda, Alief...Abis Kondangan mampir ke tukang kembang
Ini Keluarga Bahagia...
Bunda Sama Alief...masih di tukang kembang...
Bunda sama Alief lagi keren kan??
I am Cute......
Aku merenung....
Stt....Aku lagi bobo neh.. imut kan??
Hai... Aku Anak Sehat...
THE END
Brother... dah lama neh ga' naek lagi.... tapi gw yakin lo semua masih inget ma kenangan kita beberapa tahun yang lalu... gw share foto-foto kenangan kita ini sebagai harapan biar tali persahabatan kita tetap kaya dulu... jangan lupa yang nyimpen foto-foto kenangan yang laennya share ke gw..
kita mulai dari sini:
kebon nanas juli 2003, persiapan naek pertama kali ke gede pangrango
klo ngeliat yang ini...gw jadi malu..tampang kita masih pada polos banget.....untung ga dimakan macan
curug siliwangi, wuih...keren banget ya... ga nyangka fotonya sekeren ini..
Gunung Puntang Bandung juni 2004, ini baru anak gunung..., kostum oke, prepare oke....di saat naek ke dua ini kita banyak melakukan perubahan dan dipersiapkan dengan matang.
G.Puntang, jadi lucu kalo inget puntang..., kesasar ke jalur polisi hutan, ngeliat macan, terseok-seok di bandung, tapi sangat penuh kenangan.
Ini baru keren banget...Puncak Gunung Gede. walaupun banyak teman kita yang ga ikut dan yang ikutpun banyak yang sakit..tapi penjelajahan kita yang ketiga ini sangat berkesan..mungkin lo semua pada inget, waktu kita pengen diriin tenda, kita belum dapet sumber air..padahal waktu menunjukan pukul 9 malem, badan dah cape..perut laper ga da makanan mo masak ga ada aer.. akhirnya malam pertama digunung itu kita isi dengan acara tidup bareng sambil kelaperan.ha..ha..subuh-subuhnya eh ada nenek-nenek tukang nasi uduk lewat..yaudah habislah dia...ha..ha...
Tanjakan Setan G.Gede
masih di tanjakan Setan...emang setan banget ye..tuh tanjakan... ampe sebelum turun kudu baca yasin dulu 7 kali..he..he...
Ok...Brother..Gw harap lo ga ngelupain kenangan kita ini..., kapan-kapan kita pasti bakal naek lagi.., doain aje biar semuanya sehat..., dan tentunya kita doakan sahabat kita Indra P.C (alm) semoga diberikan tempat yang layak.amien.